DEMOKRASI.CO.ID - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai pergeseran mitra koalisi yang paling mungkin terjadi saat ini adalah Partai Golkar merapat ke Koalisi Perubahan bersama Nasdem, PKS, Partai Demokrat.
Dedi mengatakan, ini karena koalisi perubahan dinilai lebih siap karena telah mendeklarasikan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres).
"Situasi saat ini jika ada pergeseran mitra koalisi, lebih mungkin Golkar yang merapat ke Nasdem, bukan soal Nasdem lebih kecil porsi kuasanya dibanding Golkar, tetapi karena faktor Nasdem lebih siap hadapi pilpres," ujar Dedi dilansir dari Republika, Jumat (3/2/2023).
Dedi menjelaskan, hal ini karena Golkar dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) belum memiliki kandidat kuat untuk Pilpres 2024 mendatang. Sosok Airlangga Hartarto yang paling menonjol di koalisi tersebut juga belum memiliki elektabilitas dan penerimaan publik tinggi.
"Sehingga cukup rasional jika KIB pada dasarnya hanya miliki skema cawapres, sementara Nasdem dan Koalisi Perubahan sudah miliki capres, Anies Baswedan, dan potensial dengan elektabilitas yang dimiliki," ujarnya.
Kedua, Dedi menilai, Nasdem dan Golkar sudah cukup untuk mengajukan kontestan di Pilpres. Karenanya, akan jauh lebih baik jika perubahan tetap utuh dan diperkuat Golkar.
"Keuntungan Koalisi Perubahan jika mendapat dukungan Golkar, ini bisa mengancam dominasi PDIP. Golkar jauh lebih mungkin mendominasi pemilu jika dengan Nasdem daripada sendirian dengan KIB atau bahkan jika bergeser dengan PDIP," ujarnya.
Namun demikian, jika Golkar bergabung bersama dengan Koalisi Perubahan maka dilema dalam penentuan cawapres. Mengingat, Partai Demokrat yang lebih dahulu melakukan penjajakan.
"Memang dilema jika Golkar menawarkan cawapres, karena Demokrat yang lebih dahulu menjalin hubungan dengan Nasdem miliki AHY yang dari sisi kesiapan cawapres lebih mumpuni dari Airlangga, elektabilitas AHY masuk nominasi naaional," ujarnya.
"Tetapi, politik itu dinamis, semua bisa saja terjadi," tambahnya.
Sementara, jika Golkar meninggalkan KIB, maka PPP lebih berpeluang merapat PDIP, sedangkan PAN lebih condong merapat bersama Gerindra.
"PAN sendiri tidak miliki banyak sejarah dengan PDIP, sehingga dimungkinkan akan menghindari koalisi dengan PDIP, mereka bisa ke Gerindra. Tetapi PPP punya hubungan panjang dengan PDIP, sehingga jika KIB kandas, peluang PPP bisa ke PDIP," ujarnya.[populis]