DEMOKRASI.CO.ID - Tenaga Ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin ikut mengomentari vonis berat buat terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
Di mana eks Kadiv Polri itu diganjar hukuman mati sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan berencana itu.
Menurut Ngabalin, apapun keputusan hakim dalam kasus ini semua jelas sudah ditimbang masak-masak sesuai fakta persidangan. Vonis berita kepada pasangan suami istri ini lanjut Ngabalin sebagai bukti bahwa penegak hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memang tak bisa diintervensi.
“Paling tidak keputusan majelis hakim itu tidak bisa diintervensi oleh siapapun," kata Ngabalin ketika ditemui di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) Rabu (15/2/2023).
Kendati dihukum berat, lanjut Ngabalin ada hak-hak yang melekat pada Ferdy Sambo dan istrinya, di mana hak mereka dijamin berbagai peraturan yang berlaku di negara ini, salah satu hak tersebut kata Ngabalin adalah mengajukan banding jika mereka keberatan dengan vonis tersebut.
"Setiap mereka kan ada hak-hak yang dijamin oleh regulasi, dia (Ferdy Sambo) bisa mengajukan banding dan lain-lain,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui Ferdy Sambo dan istrinya divonis jauh lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di mana Ferdy Sambo sebelumnya dituntut penjara seumur hidup sedangkan Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara.
Selain pasang suami istri ini, dua terdakwa lain yakni Kuat Ma’ruf dan Bripka Ricky Rizal yang sebelumnya dituntut 8 tahun penjara juga divonis jauh lebih berat, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara sedangkan Bripka Ricky Rizal 13 tahun penjara.
Sementara itu Bharada Richard Eliezer yang sebelumnya dituntut 12 tahun penjara mendapat keringanan hukum dengan vonis 1 tahun 6 bulan penjara. [populis]