DEMOKRASI.CO.ID - Partai Keadialan Sejahtera (PKS) bersilaturahmi ke DPP Partai Golkar di Jakarta pada Selasa (7/2/2023). Salah satu agenda kunjungan tersebut untuk mengajak Golkar gabung Koalisi Perubahan mendukung Anies Baswedan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang nampaknya bagaikan mimpi di siang bolong.
Pengamat politik, Adi Prayitno, mengatakan, secara de facto Koalisi Perubahan belum terbentuk. Artinya, tak mudah meyakinkan Golkar untuk bergabung. Sebaliknya dia menganggap langkah PKS melobi Golkar mengindikasikan Koalisi Perubahan yang dijajaki Nasdem, Demokrat dan PKS tidak solid.
"Kalau memang Perubahan solid, untuk apa mengajak yang lain? Lagipula bagaimana mungkin meyakinkan Golkar, mereka saja (Nasdem, Demokrat, PKS) baru setengah jalan (membentuk koalisi). Belum ada hitam di atas putih, deklarasi bersama dan seterusnya. Pastikan dulu rumah besarnya terbentuk baru meyakinkan orang untuk masuk," kata Agus dikutip pada Selasa (7/2/2023).
Menurut Adi, terbuka kemungkinan PKS yang nantinya malah gabung gerbong Golkar yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). "Bisa jadi sebaliknya, PKS yang masuk angin," selorohnya.
Adi meyakini belum solidnya Koalisi Perubahan dilatari sejumlah faktor. Namun yang paling kentara tarik-menarik kandidat cawapres untuk Anies.
Serangkaian peristiwa deklarasi yang dilakukan PKS dan Demokrat mendukung Anies tak cukup kuat membuktikan kuatnya Koalisi Perubahan. "Untuk PKS misalnya, harusnya yang deklarasi level majelis syuro. Demokrat juga demikian," lanjut Adi.
Adi juga menilai kecil kemungkinan Golkar bergabung dengan gerbong Koalisi Perubahan untuk mendukung Anies. Apalagi Koalisi Perubahan seolah dipersepsikan antipemerintah dan Anies merupakan simbol oposisi.
"Iman politik Golkar tidak mungkin berseberangan dengan pemerintah. Sulit membayangkan Golkar gabung ke Perubahan, yang terjadi mungkin sebaliknya, PKS tersedot ke Golkar. PKS yang masuk angin," tandasnya. [populis]