DEMOKRASI.CO.ID - Ayah mendiang Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) Samuel Hutabarat keberatan dengan putusan sidang komisi kode etik Polri terhadap Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang diotaki Ferdy Sambo. Dalam putusannya, Polri memilih untuk tak memecat Eliezer karena berbagai pertimbangan.
Meski keberatan dengan putusan tersebut dan menilai Eliezer harus dipecat, Samuel mengatakan pihak keluarga tak bisa berbuat banyak, Mereka hanya bisa pasrah dengan kondisi tersebut.
"Sudah keluar inkracht bahwa dia tidak dipecat, ya mau ngomong apa lagi, ya gitu, jadi percuma," kata Samuel Hutabarat kepada wartawan Kamis (23/2/2023).
Samuel melanjutkan, karena keputusan Eliezer tak dipecat itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap, maka hal ini tidak bisa diubah lagi kendati keluarganya protes keras dan koar-koar karena keberatan.
"Jadi saya kurang bisa lagi menanggapinya lah. Sudah diputuskan, sudah ketok palu. Koar-koar pun saya sudah percuma," ujar Samuel.
Diketahui, Richard Eliezer telah menjalani sidang etik pada Rabu (23/2/2023) kemarin. Sidang etik memutuskan tidak memecat dan memberi sanksi demosi satu tahun kepada Richard Eliezer.
Sidang etik Bharada E berlangsung sekitar 7 jam sejak sekitar pukul 10.00 WIB hingga 17.30 WIB.
Ada beberapa pertimbangan yang meringankan dalam putusan. Pertama, status justice collaborator dalam perkara pembunuhan Brigadir J. Kemudian, juga belum pernah membuat kesalahan hingga meminta maaf ke keluarga Brigadir J.
Sebelum sidang etik, Richard Eliezer sudah lebih dahulu mendapatkan vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Ia divonis satu tahun enam bulan penjara.
Vonis itu juga jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, yakni 12 tahun penjara.
Salah satu hal yang meringankan vonis Bharada E juga adalah status sebagai justice collaborator, serta adanya pengampunan dari keluarga Yosua.
Dalam kasus itu, Richard Eliezer menjadi terdakwa bersama Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, serta rekan sesama ajudan, Ricky Rizal atau Bripka RR.
Kemudian, asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf. Atas perbuatannya, Ferdy Sambo divonis hukuman mati. Sementara Putri Candrawathi divonis pidana 20 tahun penjara.
Kemudian, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara. Sedangkan Ricky Rizal dijatuhi pidana 13 tahun penjara.[populis]