DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis mengizinkan masjid sebagai tempat untuk membicarakan politik. Asalkan, politik yang dibicarakan bukan politik praktis yang menjurus pada hal-hal berbau kampanye.
"Hendaklah diberi rambu-rambu di masjid itu tidak boleh melakukan kampanye, tapi apakah boleh bicara soal politik? boleh, tapi politik keadaban," kata Cholil saat ditemui wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2023).
Cholil mengaku, dirinya sudah mensosialisasikan kepada pengurus masjid untuk memperhatikan baik-baik latar belakang dari para tokoh yang akan diberi kesempatan berceramah. Ia berharap orang yang dipilih bukanlah orang yang punya kepentingan politik.
"Kami di Komisi Dakwah sudah sosialisasi ke takmir masjid, karena mereka ceramah harus mengundang takmir masjid. Kami mensosialisasikan agar tidak mengundang orang yang punya interest politik praktis untuk berceramah," ujarnya.
Menurutnya, tidak masalah apabila politik yang dibicarakan di masjid itu berkutat pada hal-hal mengenai tata cara membangun bangsa yang baik. Namun, apabila sudah menjurus untuk memenangkan salah satu calon maka pemimpin masjid harus segera bertindak.
"Tapi jangan sampai pilih itu, apalagi caleg itu yang begin, nah tidak boleh melakukan politik praktis seperti itu. Kalau terjadi gimana? Saya minta takmir masjid melakukan tindakan yang baik, terukur, dan sopan santun. Sehingga tidak menimbulkan masalah," tukasnya.
Kendati begitu, Cholil berharap masyarakat punya kesadaran diri untuk tidak menjadikan masjid sebagai tempat melangsungkan kegiatan politik praktis.
"Tapi intinya kita berharap kita menghimbau kita melakukan tindakan yang nyata agar tidak terjadi politik praktis kampanye di tempat ibadah, di luar masjid silahkan," pungkasnya.[populis]