DEMOKRASI.CO.ID - Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, mengungkap aksi lobi yang pernah dialaminya pada awal kasus penembakan Josua yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7/2022).
Hal itu disampaikan oleh Kamaruddin saat ia menjadi salah satu narasumber di sebuah acara stasiun televisi Indonesia. Awalnya, ia ditanya soal gerakan bawah tanah di kasus pembunuhan Brigadir J yang sempat disinggung Menko Polhukam, Mahfud MD.
Kamaruddin sendiri mengaku percaya dengan Mahfud. Pasalnya, ia sudah lebih dulu mengalaminya dengan aksi lobi pejabat berbintang agar kasus penembakan Brigadir J tidak terungkap ke publik.
“Pertama, saya percaya dengan apa yang diucapkan oleh Menko Polhukam,” ungkap Kamaruddin dikutip Populis.id dari video kanal YouTube Fokus Terkini TVRI pada Jumat (3/2/2023).
Ia melanjutkan, “Jangankan kepada jaksa dan kepada hakim, gerakan itu sudah lebih dulu saya alami di bulan Juli 2022 di mana para bintang-bintang itu begitu gencarnya melobi saya untuk supaya kasus ini tidak terungkap.”
Kamaruddin sendiri mulanya menulis soal kasus penembakan Brigadir J di Facebook. Lima menit kemudian, ada yang meneleponnya dan memberi tahu soal insiden tersebut.
Ia menjelaskan, “Yang pertama kali menuliskan ini adalah pembunuhan berencana kan adalah saya, sehari atau dua hari sebelum saya menjadi penasihat hukum keluarga. Saya menulis di Facebook bahwa polisi menembak polisi di rumah pejabat utama polisi mudah-mudahan bukan urusan wanitanya polisi.”
“Lima menit kemudian langsung ada yang menelepon saya bahwa itu adalah Josua. Maka saya katakan ekshumasi atau gali kuburnya, lakukan visum et repertum dan autopsi ulang. Saya belum jadi penasihat hukum, tanggal 12 (Juli) saya udah tahu ini pembunuhan terencana,” sambungnya.
Ketika resmi menjadi kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin mengaku langsung diajak ‘makan’ oleh orang-orang yang mencoba melobinya itu, bahkan ada yang mengantarkan uang dengan jumlah yang besar.
Kamaruddin menceritakan, “Setelah itu saya menjadi penasihat hukum, maka datanglah mereka itu dengan berbagai cara, yang mengajak makan malam, makan pagi, makan siang, makan sore, seperti yang saya alami 2011 ketika membongkar Wisma Atlet, e-KTP, dan Hambalang.”
“Modusnya sama, seolah-olah saya ini tidak makan maka perlu ditraktir makan pagi, siang, sore, malam. Kemudian pagi-pagi juga ada yang mengantarkan duit dalam jumlah besar,” tambahnya.
Kamaruddin sendiri menolak hal itu dengan keras dan meminta orang yang melobinya untuk meluruskan apa yang terjadi jika ingin berdamai dengan pihak keluarga Brigadir J. Namun, dari kelima tersangka, yang menyambutnya hanya Bharada E.
“Saya bilang saya ndak mau. Saya dari punya leluhur itu punya garis keturunan dan darah yang tidak bis berkhianat kepada bangsa dan negara ini,” pungkasnya.
“Maka saya minta ‘luruskanlah dulu, luruskan siapa pelakunya, seperti apa peristiwanya, nanti ku fasilitasi berdamai’. Tapi dari semua pelaku ini hanya satu yang menyambut, yaitu Bharada Richard Eliezer,” tandas Kamaruddin.
Oleh karena itu, Kamaruddin menjadi salah satu orang kecewa dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena memberikan tuntutan 12 tahun penjara ke Bharada E.[POPULIS]