DEMOKRASI.CO.ID - Pengasuh Pondok Pesantren Al Djaliel 2 Jember yang kini menjadi tersangka kasus dugaan pencabulan sejumlah santriwati, Muhammad Fahim Mawardi, kini ditinggalkan oleh tiga pengacaranya.
Ketiga pengacara yang bernama Didik Muzanni, Andy Cahyono Putra, dan Alananto tersebut mengundurkan diri setelah penyidik mengonfrontasi rekaman suara desahan pria yang diduga merupakan Fahim saat sedang melakukan aktivitas seksual.
Tim kuasa hukum dari Tripel A Lawfirm/Legal Consultant tersebut memberikan surat pengunduran dirinya ke Fahim pada Sabtu (28/1/2023). Andy menyebut kalau ia, Didik, dan Alananto tercatat menjadi kuasa hukum tersangka sejak Jumat (6/1/2023).
Mereka kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri setelah penyidik mengonfrontasi soal rekaman suara desahan saat Fahmi menjalani pemeriksaan tambahan pada Selasa (24/1/2023).
“Penyidik mengonfrontasi soal rekaman suara desahan diduga Ustaz Fahim dengan seorang saksi. Ya, sampai di rekaman suara itu,” ujar Didik, kemarin.
Meski begitu, ia tidak mau menyampaikan pendapatnya lebih jauh karena kasus Fahim kini sudah ditangani oleh pengacara baru, yaitu Nurul Jamal Habaib dan Edi Firman dari Kabupaten Bondowoso.
Didik Cs sendiri memutuskan untuk mundur karena adanya perbedaan cara pandang perkara antara timnya dengan kedua pengacara asal Kabupaten Bondowoso tersebut.
“Mempertahankan situasi ini malu, lebih baik kami mundur,” pungkas Didik.
Selain itu, Jamal dan Edi juga disebut-sebut kerap melakukan tindakan tanpa koordinasi kepada sesama tim kuasa hukum Fahim.
Andy mengatakan, “Harusnya sebagai tim ada koordinasi dan tetap di bawah koordinasi Didik Muzanni. Namun praktiknya seringkali melakukan langkah yang tidak diketahui kita.”
“Otomatis jika pemahaman terhadap konstruksi hukum sudah berbeda akan mengganggu karena tidak mungkin ada dua nakhoda dalam satu kapal,” sambungnya.
Sementara itu, Fahim sendiri telah ditetapkan menjadi tersangka sejak Selasa (17/1/2023) lalu terkait kasus pencabulan tersebut dan ditahan usai menjalani pemeriksaan. Ia dijerat dengan pasal berlapis dan terancam hukuman penjara hingga puluhan tahun.[populis]