DEMOKRASI.CO.ID - Mari kita tertawa. Lelucon ini sungguh membuat perut sakit. MenPAN-RB merilis data, anggaran Rp 500 triliun untuk pengentasan kemiskinan di seluruh Kementerian dan Pemda di Indonesia lebih banyak terserap untuk rapat dan studi banding.
Suatu lelucon bermutu tinggi. Entah bagaimana rasanya, menggelar seminar atau workshop di hotel mewah dengan tema yang membahas kemiskinan. Geli tidak habis-habis. Begitu kontradiktif. Angka Rp 500 triliun itu bukan angka yang kecil.
Mengapa tidak dikelola oleh badan profesional yang memang terbiasa melakukan aksi nyata mengentaskan kemiskinan? Malahan dipakai untuk studi banding. Kalau yang studi banding orang miskin, masih masuk akal, biar mereka bisa mengubah status sosial hidupnya. Ini yang studi banding pejabat yang notabenenya kaya.
Anggaran itu sangat besar. Mungkin saja Kemenkeu memperolehnya dengan jalan berutang demi menutupi program-program pemerintah untuk kesejahteraan rakyat. Berapa banyak UKM baru yang bisa disokong dengan dana sebesar itu? Atau diberikan kepada mereka-mereka yang sangat miskin untuk modal usaha yang selama ini tidak bisa mengakses pinjaman bank? Bahkan kalau perlu bisa dibuatkan Gramen Bank seperti model Bank peraih hadiah nobel M Junus dari Bangladesh.
Dengan adanya UKM-UKM baru di sentra-sentra kemiskinan, di samping memberantas pengangguran langsung ke akar rumput juga memberikan pekerjaan kepada golongan-golongan sangat miskin. Hal-hal sederhana yang seperti ini saja masa tidak bisa dipikirkan?
Sungguh disayangkan dana yang begitu besar menguap sia-sia. Atau katakanlah jika dibangunkan sarana pendidikan di daerah-daerah 3T, yang belum tealiri listrik dan belum punya sarana internet.
Anak-anak duduk belajar di lantai akibat ruang sekolah yang tidak bisa dipakai. Ada 250 ribu lebih ruang kelas yang rusak. Jika saja Rp 1 triliun dari 500 triliun itu dipakai, sekolah-sekolah Indonesia dari Sabang sampai Merauke akan kinclong dan semua bisa memakai kurikulum baru. Atau bisa juga dipakai untuk mengangkat guru-guru honorer yang gajinya Rp300 ribu sebulan.
Pameran kebodohan rasanya tidak habis-habis di negeri ini. Sudah saatnya pemerintah membuat satu badan independen yang menanggulangi kemiskinan dengan program dan aksi nyata. Kalau perlu kerja sama dengan LSM-LSM internasional.
Uang yang begitu besar hanya habis untuk membiayai jalan-jalan dan santai-santai para ASN di hotel-hotel mewah. Di mana kontribusi seminar dan studi banding terhadap pengentasan kemiskinan? Justru seminar kemiskinan di hotel-hotel mewah adalah bentuk stand up komedi versi aparatur. Kalau mau bahas kemiskinan supaya berasa efek miskinnya, coba buat di pusat-pusat dan sentra-sentra daerah miskin.
Sungguh, memilukan sekaligus memalukan. Dana yang sangat besar itu, yang seharusnya bisa dipakai untuk menghapus kemiskinan sampai tujuh turunan dan tujuh belokan hanya dipakai untuk hal-hal yang tidak berguna.
Alangkah sia-sianya perjuangan Bu Menteri yang mencari utang ke sana dan kemari agar ada dana segar yang bisa dipakai untuk program-program di Kementerian. Ironis negeri air mata. Indonesia tidak kekurangan orang pintar, namun kekurangan orang jujur. [kumparan]