DEMOKRASI.CO.ID - Pemimpin yang baik jika memiliki sikap rendah hati. Itu kata Dato’ Seri Anwar Ibrahim. Sementara hikmah dari kerendahan hati tiada batasnya.
Itu salah satu dari sekian banyak tips yang disampaikan Anwar Ibrahim, PM Malaysia dalam acara “CT-Corp Leadership Forum” di Menara Bank Mega, Jakarta, awal pekan ini.
Seorang perdana menteri, seorang menteri, menurut Anwar Ibrahim, tak harus ahli di bidangnya, namun harus memiliki sifat rendah hati.
Apa yang disampaikan PM Malaysia itu, patut menjadi renungan kita bersama. Karena, sejatinya, sikap rendah hati wajib kita tampilkan oleh kita semua. Mengingat diri kita masing – masing adalah seorang pemimpin, setidaknya bagi keluarganya.
Kita tentu masih ingat dengan pitutur luhur yang diajarkan secara turun temurun oleh orangtua kepada kita agar senantiasa meneladani perlambang tanaman padi. Padi yang berisi pasti merunduk. Makin berisi, tanaman padi akan kian merunduk, sedangkan yang tengadah adalah yang kosong.
Filosofi ini mengajarkan agar kita senantiasa merunduk, bukan mendongak, meski kaya ilmu, harta,kekuasaan dan jabatan serta kaya atas segala- galanya. Begitulah hendaknya pemimpin yang rendah hati.
Makna rendah hati secara harfiah adalah tidak sombong,tidak angkuh, tidak congkak. Beda dengan tinggi hati yang berarti sombong atau angkuh. Sikap sombong biasanya melekat pada keinginan suka pamer, jaga gengsi, merasa diri hebat, sulit membaur dengan orang lain dan acap melakukan penilaiam secara subjektif karena merasa dirinya lebih hebat, lebih tahu dari orang lain.
Sebaliknya sifat rendah hati akan selalu berusaha untuk tidak memamerkan kelebihannya kepada orang lain. Karena ada kesadaran diri bahwa kelebihan yang dimiliki memang tidak perlu untuk dipamerkan kepada banyak orang.
Orang yang rendah hati sangat lebih memilih menahan diri untuk menyimpan atas pencapaian yang dimiliki karena paham betul bahwa manusia memiliki banyak kekurangan. Kalaupun ada kelebihan yang dimiliki semata karena pemberian dari Yang Maha Kuasa untuk disyukuri, bukan untuk dipamerkan. Itulah sejatinya sifat rendah hati - tawadhu.
Sifat rendah hati akan tercermin pula dari adanya kehendak untuk selalu memahami kesalahan diri sendiri, bukan menilai kesalahan orang lain. Bukan mencari - cari kesalahan orang lain. Bukan lebih menonjolkan kemampuan diri, sementara orang lain dianggap tidak mampu.
Filosofi Jawa pun mengajarkan "Ojo rumongso biso,nanging dadio kang biso rumangsa” - jangan merasa bisa, tetapi jadilah bisa merasakan atas kemampuan orang di sekitar kita. Nasihat ini mengajak kita untuk bisa menempatkan diri, tahu diri dan selalu rendah hati.
Para ahli pun menelaah ciri - ciri rendah hati, di antaranya tidak ego, mau kompromi, mau menerima masukan orang lain, menerima kesalahan dan tidak menentang orang yang menentang.[poskota]