DEMOKRASI.CO.ID - Pilot pesawat maskapai Yeti Airlines yang jatuh di Nepal tidak melaporkan "apapun yang janggal" selagi pesawat mendekati bandara, sebut juru bicara Bandara Pokhara.
Anup Joshi mengatakan "pegunungan jelas terlihat dan pandangan baik". Angin saat itu tergolong kecil dan "tiada masalah dengan cuaca".
Pesawat jenis ATR72 rute Kathmandu-Pokhara mengangkut 68 penumpang dan empat kru, pada Minggu (15/01).
Para regu pencari dan penyelamat mengatakan tiada harapan menemukan penyintas.
Tek Bahadur selaku pejabat setempat menuturkan bahwa peluangnya "nol" dalam menemukan penumpang atau awak pesawat. Meski demikian, menurutnya, dua kotak hitam pesawat berisi data penerbagan dan rekaman suara di kokpit telah ditemukan.
Menelusuri 'jalur-jalur gua' misterius peninggalan peradaban Etruria kuno yang 'menghubungkan dunia dan akhirat'
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
"Sejauh ini kami sudah menemukan 68 jenazah. Kami sedang mencari empat jenazah lainnya," kata Tek Bahadur, kepala Distrik Taksi di lokasi jatuhnya pesawat.
Tayangan video yang direkam menggunakan telepon seluler menunjukkan pesawat maskapai Yeti Airlines itu menukik tajam saat sedang mendekati bandara.
Laporan stasiun TV lokal memperlihatkan regu penyelamat berupaya mencari korban di sekitar bagian pesawat yang hangus di ngarai Sungai Seti, lebih satu kilometer dari bandara.
Sejauh ini belum jelas apa yang menyebabkan pesawat tersebut jatuh.
Kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182: Pengamat sebut 'sangat bisa dicegah', apa penyebabnya berdasarkan investigasi KNKT?
'Mau liburan naik pesawat, pilotnya tidak ada' - Kekurangan pilot jadi masalah nyata bagi maskapai penerbangan
Juru bicara Bandara Pokhara, Anup Joshi, menyampaikan bahwa pilot meminta agar pesawat yang dikendalikannya mendarat di Landasan 1—berubah dari Landasan 3 yang sudah disiapkan pihak bandara. Perubahan itu disetujui bandara, kata Joshi.
"Kami bisa mengoperasikan dari dua landasan. Pesawat diperbolehkan mendarat," papar Joshi.
Joshi mengatakan, "sangat disayangkan" insiden ini terjadi 15 hari setelah bandara itu baru dibuka.
Rakyat Nepal berduka atas tewasnya puluhan orang dalam kecelakaan pesawat terparah di negara itu selama tiga dekade terakhir.
Perdana Menteri Nepal menyatakan Senin sebagai hari berkabung nasional, dan pemerintah membentuk panel untuk menyelidiki penyebab bencana tersebut.
Pesawat jatuh di Kathmandu, korban selamat alami 'ledakan keras'
Seorang warga setempat bernama Divya Dhakal menuturkan kepada BBC bagaimana dia bergegas ke lokasi kecelakaan setelah melihat pesawat jatuh dari angkasa sesaat setelah pukul 11:00 waktu setempat (05:15 GMT).
"Pada saat saya berada di sana, lokasi jatuhnya pesawat sudah ramai. Asap besar keluar dari api pesawat. Dan kemudian helikopter datang dalam waktu singkat," paparnya.
"Pilot melakukan yang terbaik untuk tidak menabrak permukiman atau rumah," tambahnya. "Ada ruang kecil tepat di samping Sungai Seti dan pesawat tersebut mendarat di ruang kecil itu."
Kecelakaan pesawat kerap terjadi di Nepal, seringkali karena landasan pacu yang jauh dan perubahan cuaca tiba-tiba yang dapat menyebabkan kondisi berbahaya.
Negara di Pegunungan Himalaya ini memiliki medan yang paling sulit untuk dilalui.
Wartawan Tribhuvan Paudel merupakan salah satu penumpang dalam pesawat yang jatuh.
Kurangnya investasi untuk pesawat baru dan regulasi yang buruk juga menjadi penyebab kecelakaan di masa lalu.
Pada Mei 2022, sebuah pesawat Tara Air jatuh di Nepal utara, menewaskan 22 orang. Empat tahun sebelumnya, 51 orang tewas ketika sebuah pesawat yang berangkat dari Bangladesh terbakar saat mendarat di Kathmandu.
Chiranjibi Paudel - saudara salah satu penumpang berprofesi wartawan, Tribhuvan - mengatakan tindakan harus diambil untuk meningkatkan keselamatan penerbangan di Nepal.
"Maskapai penerbangan harus dihukum, dan badan regulator juga harus dimintai pertanggungjawaban," katanya kepada BBC News.
Uni Eropa telah melarang maskapai penerbangan Nepal dari wilayah udara Eropa karena kekhawatiran tentang standar pelatihan dan pemeliharaan.
Saat penerbangan terakhir hari itu bersiap lepas landas dari terminal domestik di Bandara Kathmandu, ada ketenangan yang mencekam.
Beberapa jam sebelumnya, penerbangan Yeti Airlines 691 lepas landas dari sini. Pesawat itu jatuh di dekat Bandara Internasional Pokhara yang baru dibangun dan baru dibuka pada awal tahun.
Orang-orang yang kami ajak bicara di Bandara Kathmandu memberi tahu kami bahwa mereka terbang secara reguler dan masih merasa aman setelah tersiar kabar mengenai tragedi yang menimpa Yeti Airlines 691. Menumpang pesawat adalah cara umum bagi kelas menengah Nepal untuk bepergian melintasi negara di Pegunungan Himalaya ini.
Tidak jelas apa yang menyebabkan kecelakaan hari ini, tetapi ini bukan pertama kalinya rakyat Nepal berkumpul untuk meratapi mereka yang meninggal dalam tragedi semacam itu.
"Saya tidak takut terbang," kata Ria yang sedang menunggu kopernya datang. "Tetapi perlu ada regulasi yang lebih baik dan pesawat yang lebih baru."
Pesawat Yeti Airlines bertolak dari Kathmandu ke kota wisata Pokhara, tepat setelah pukul 10:30 (04:45 GMT) untuk perjalanan singkat.
Pesawat itu mengangkut 68 penumpang, termasuk setidaknya 15 warga negara asing, dan empat awak.
Dari penumpang tersebut, 53 disebut sebagai warga Nepal. Sisanya lima orang India, empat orang Rusia, dan dua orang Korea Selatan. Ada pula empat penumpang dari Irlandia, Australia, Argentina, dan Prancis.
Khum Bahadur Chhetri, seorang penduduk setempat, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia mengamati pesawat itu dari atap rumahnya saat mendekati bandara.
"Saya melihat pesawat bergetar, bergerak ke kiri dan ke kanan, lalu tiba-tiba menukik dan jatuh ke jurang," kata Chhetri.[populis]