DEMOKRASI.CO.ID - Seorang loyalis Ganjar Pranowo, Jhon Sitorus, memberikan sindiran menohok kepada Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, imbas pernyataannya yang menyebut kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu Firaun.
Melalui salah satu cuitannya, ia mengunggah foto Cak Nun sambil menjelaskan soal ‘ajaran’ yang didapatkan dari pernyataan tersebut. Menurutnya, budayawan itu mengajarkan kita untuk boleh menghina siapa pun tanpa minta maaf.
Pegiat media sosial itu juga menyindir omongan Cak Nun yang mengaku kesambet saat mengatakan kalau Jokowi itu Firaun.
“Beliau mengajarkan kepada kita untuk Boleh MENGHINA SIAPAPUN seenaknya tanpa perlu meminta MAAF,” ujarnya dikutip Populis.id dari cuitan akun @Miduk17 yang diunggah pada Kamis (19/1/2023).
Jhon Sitorus melanjutkan, “Saat orang menuntut tanggungjawab, ngaku saja "KESAMBET SETAN". Niscaya, kualitas manusia kita akan semakin HANCUR.”
Seperti yang diketahui, video Cak Nun memang sempat viral sejak beberapa hari yang lalu karena menyebut Jokowi sebagai Firaun. Ia pun menerima banyak kritik dan hujatan dari netizen dan sejumlah tokoh.
Dalam video viral itu, Cak Nun mengatakan, “Hasil pemilu mencerminkan tingkat kedewasaan dan tidak rakyatnya. Betul tidak. Bahkan juga algoritma pemilu 2024. Kan enggak mungkin menang, wis sa ono sing menang saiki. Karena Indonesia dikuasai oleh Firaun yang namanya Jokowi, oleh Qorun yang namanya Anthony Salim dan 10 naga. Terus Haman yang namanya Luhut.”
Setelah pernyataan itu menimbulkan kontroversi, Cak Nun pun menyampaikan permintaan maaf dan mengaku kesambet saat berbicara seperti itu. Namun, masih banyak yang tidak terima karena permintaan maafnya dinilai terlalu umum, serta tidak menyebutkan nama Jokowi dan yang lainnya.
“Itu di luar rencana saya dan sama sekali di luar kontrol saya. Maka tadi saya bikin video sama Sabrang, judulnya ‘Mbah Nun Kesambet’. Saya minta maaf kepada semua yang terciprat, menjadi tidak enak atau menjadi menderita, atau menjadi apapun oleh ucapan saya itu,” ucapnya.
Cak Nun menambahkan, “Saya mengucapkan yang seharusnya tidak saya ucapkan. Kan, saya mengajarkan di Maiyah dan semua keluarga bahwa ora waton bener (tak asal benar) kui kok ucapke, kan harus baik harus efeknya, harus diperhitungkan harus bijaksana.”[populis]