DEMOKRASI.CO.ID - KH Muhammad Abbas Billy Buntet Cirebon atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gus Abbas ikut mengutuk keras pernyataan Cendekiawan Muslim Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun yang baru-baru ini menyebut Jokowi Firaun.
Gus Abbas mengatakan, pernyataan Cak Nun sesuatu yang bijak dan pantas ditiru. Budayawan itu dinilai telah kelewat batas menyampaikan kritik kepada Kepala Negara.
"Kita boleh beda pendapat tapi tidak boleh menjelek-jelekkan apalagi mohon maaf memberi julukan yang tidak pantas. Itu sangat dilarang oleh agama," kata Gus Abbas dilansir Populis.id dari YouTube Saung Annadwah Channel Selasa (24/1/2023).
Gus Abbas mengatakan, jika menelisik dari kacamata agama, omongan Cak Nun adalah sebuah kesalahan fatal. Menyamakan Jokowi dengan Firaun adalah kekeliruan yang justru memalukan. Jokowi adalah seorang muslim taat, sedangkan Firaun adalah orang kafir, sehingga kata Gus Abbas keduanya tak bisa disamakan.
"Dilihat dari tataran agama salah, menganalogikan Jokowi dengan firaun itu kesalahan fatal. Segi agama kan Jokowi muslim, firaun kafir. Itu melenceng. Itu bisa menimbulkan asumsi yang kurang bagus dan meracuni rakyat dalam hal berdemokrasi secara sehat," tuturnya.
Gus Abbas lantas mengutip Imam Jalaluddin Al Mahali yang memang sudah secara tegas melarang umat muslim untuk tidak memberikan julukan yang tak baik kepada sesama manusia. Jika itu dilakukan maka mereka adalah golongan orang-orang munafik.
"Kata Imam Jalaluddin Al Mahali siapa yang memberi julukan kepada orang yang dibenci itu termasuk orang yang di dalam hatinya ada titik kemunafikan," ucapnya.
"Saya tidak suka ada julukan ada cebong kadrun dan kampret, itu jangan. Allah saja memanggil kita dengan panggilan yang begitu baik dan indah, tapi kenapa kita memanggil sesama muslim dengan panggilan yang kurang baik. Itu jauh dari kebijaksanaan, dan jangan kalian tiru," imbuhnya.
Ia meminta Cak Nun untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertutur kata sebab dirinya bukanlah ulama yang bisa berfatwa. Gus Abbas berharap melalui kajian Maiyahnya Cak Nun justru bisa lebih fokus dalam mensyiarkan pembenahan moral dan akhlak.
"Saya minta ke Cak Nun ajang maiyah jadi pembenahan moral dan akhlak. Jadi bagaimana? Cak Nun harus mengerti bagaimana tentang berakhlak, bagaimana tentang mengucap sesuatu, karena mohon maaf Cak Nun itu bukan ulama beliau budayawan," ujarnya.
"Boleh bicara masalah agama, boleh bicara akhlak tapi ingat jangan fatwa, karena itu urusan mufti urusannya ulama. Seumpama tidak tahu Al Quran, hadits lalu bicara quran dan hadits lalu fatwa, yang ada itu yang timbul bukan dakwah tapi syaiton," tegasnya. [populis]