DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat politik Ras Md menilai, ramainya atribut ruang publik mengisyaratkan jika Pangdam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki melirik Pilgub Sulsel 2024 mendatang.
Baliho yang bertebaran di sejumlah titik strategis di Sulsel itu menyertakan isu besar "Panglimata Dicintai Rakyat".
"Ya, jika kita amati volume ruang publik Andi Muhammad cukup ramai bertebaran di mana-mana. Walaupun pesan ruang publiknya masih normatif, tampil dengan kapasitas Pangdam XIV Hasanuddin, menyertakan isu besar "Panglimata Dicintai Rakyat". Namun bacaan ruang publik mempertegas jika sang Pangdam punya "niatan politik" masuk ke pentas pilgub mendatang," kata Ras Md dalam keterangannya, Senin (8/8/2022).
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia itu berpandangan, hasrat politik yang dimunculkan oleh Andi Muhammad menatap Pilgub Sulsel mendatang adalah hal yang sah-sah saja. Namun, Andi Muhammad sebagai Pangdam XIV Hasanuddin mesti lebih berhati-hati.
Karena Andi Muhammad terikat secara institusi kemiliteran. Ada regulasi yang membatasi seorang TNI untuk tidak masuk dalam kancah politik praktis. Kecuali dia sudah pensiun nantinya.
Ras mengatakan, bahwa trend kepala daerah berlatar belakang TNI/Polri memang mulai ramai jadi perbincangan pasca Pilkada serentak 2018 lalu.
Ada beberapa petinggi TNI dan Polri berhasil memenangkan pertarungan Pilgub. Di antaranya Letjen (Purn) Edy Rahmayadi di Sumatera Utara yang terpilih menjadi gubernur, Irjenpol (Purn) Murad Ismail di Maluku yang juga terpilih menjadi gubernur.
Namun untuk konteks Sulsel, Ras menilai publik masih mengidolakan calon pemimpin berlatar belakang sipil daripada militer/Polri. Katanya, kebutuhan pemimpin tidak terlepas dari kondisi daerah dan juga karakter sosial masyarakatnya.
Seperti mencuat nama Ilham Arief Sirajuddin (mantan Walikota Makassar), Rusdi Masse (Anggota DPR RI dan Ketua DPW NasDem Sulsel), Danny Pomanto (Walikota Makassar) hingga Andi Sudirman Sulaiman yang saat ini dimandatkan sebagai Gubernur Sulsel.
"Seperti halnya di Maluku, riset saya waktu itu menunjukkan jika situasi keamanan menjadi hal penting harus diselesaikan oleh seorang pemimpin di Maluku. Itulah sebabnya mengapa Irjen Pol (Purn) Murad Ismail dipilih oleh masyarakat Maluku," bebernya.
Namun kondisi itu, kata Ras, berbeda dengan Sulsel. Sejauh ini masyarakat Sulsel hidup berdampingan dalam situasi yang harmoni di tengah multi etnis.
"Artinya masalah keamanan bukanlah menjadi kebutuhan utama masyarakat Sulsel. Ditambah sejak pemilihan langsung dilakukan, dari era SYL hingga NA, mempertegas jika kebutuhan pemimpin berlatar belakang sipil lebih dilirik oleh pemilih daripada berlatar belakang TNI/Polri," ungkapnya.
Sedangkan kasus di Sumatera Utara pada 2018 lalu, pertarungan head to head antara Edy Rahmayadi VS Djarot Syaiful. Perilaku pemilih Sumatra Utara diwarnai aneka politik identitas. Mulai dari isu putra daerah hingga masalah agama.
Djarot Syaiful bukan kelahiran Sumatra Utara ditambah lagi sentimen agama yang menguat, membuat Djarot Syaiful bersama pasangannya Sihar kalah dalam pertarungan tersebut. Sedangkan aspek rasional cukup terabaikan.
Ras menyampaikan, sentimen politik identitas yang cenderung bermuara pada konflik horizontal sulit terjadi di Sulsel.
"Apalagi jika kita melihat profil para tokoh-tokoh politik, relatif mampu menetralisir sentimen politik identitas," jelasnya.
Ras kemudian menyarankan kepada Mayjen TNI Andi Muhammad, agar mesti lebih objektif lagi dalam mewujudkan niatan politiknya.
"Beliau mesti mengukur secara objektif, bukan pendekatan ABS (asal bapak senang). Politik butuh kematangan dan pengalaman, butuh sikap yang super realistis dalam menyikapi realitas politik," kuncinya. (dra/fajar)