DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat Energi Mamit Setiawan sepakat rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sudah tepat dan tidak terelakkan lagi. Bahkan, menurut hitung-hitungan Mamit, Pertalite bisa saja dinaikkan Rp10 ribu per liter, sedangkan Solar menjadi Rp8.500 per liter.
"Kenaikan harga Pertalite di angka Rp10 ribu per liter dan Solar Rp8.500 per liter buat saya cukup rasional, dan tidak terlalu membebani masyarakat," tutur Mamit kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/8).
Bahkan, ia menilai tingkat inflasi tidak akan terlalu tinggi karena kenaikan harga BBM subsidi itu. Ia memperkirakan dari kenaikan harga tersebut, sumbangan inflasi masih bisa di bawah satu persen.
"Inflasi, saya kira tidak akan terlalu tinggi karena kenaikan harga BBM subsidi ini ya, di bawah satu persen penambahan beban inflasinya," imbuh dia.
Maklum, lanjut Mamit, harga minyak mentah dunia sudah lompat cukup jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini, kata dia, membuat beban keuangan negara sangat berat karena harus memberikan subsidi dan kompensasi kepada badan usaha, dalam hal ini PT Pertamina (Persero).
Kenaikan harga BBM bersubsidi, ia menilai dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini kelewat tinggi.
Menurut catatan pemerintah, subsidi energi tahun ini diperkirakan bengkak Rp502 triliun dari proyeksi awal Rp170 triliun.
Pengamat Energi lainnya, Fabby Tumiwa, menuturkan sebetulnya tidak ada hitung-hitungan tepat untuk menaikkan harga BBM subsidi.
Pemerintah, sambung dia, dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu menaikkan harga sesuai keekonomian atawa menaikkan harga baru yang berarti subsidi akan lebih sedikit.
"Tetapi, berapa pun kenaikannya (harga BBM subsidi), dampaknya inflasi. Kalau pemerintah tidak mampu menambah subsidi, harga naik sesuai biaya penyediaannya. Kalau biaya Rp13 ribu, segitu harga Pertalite dan Solar," jelasnya.[cnn]