DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi kaget melihat draft terbaru RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal-pasal Tunjangan Profesi guru (TPG) dihapus dalam bagian inti ruu sisdiknas.
Menurutnya, dengan penghapusan ini, dia khawatir guru dan dosen tidak akan mendapatkan TPG seperti selama ini. Karena itu, PGRI meminta pasal TPG dikembalikan seperti di UU Sisdiknas yang berlaku selama ini.
Unifah menceritakan pada Sabtu (27/8) malam sekitar pukul 22.00 WIB, menerima laporan dari jajarannya soal draft terbaru naskah ruu sisdiknas. “Draft terbaru itu tertanggal per 22 Agustus,” katanya di kantor PGRI, Jakarta Pusat pada Minggu (28/8).
Unifah mengaku kaget karena di dalam naskah rancangan itu tidak lagi tertuang ketentuan soal TPG. Menurut dia draft terbaru tersebut melawan logika publik. Hilangnya pasal TPG di dalam ruu sisdiknas menurut Unifah sama seperti menafikkan dan tidak menghargai profesi guru.
“Kami menolak tegas penghapusan pasal tentang Tunjangan Profesi guru, tunjangan daerah terpencil, tunjangan dosen,” katanya.
Unifah juga menjelaskan, penghapusan itu dia khawatirkan menjadi titik awal matinya profesi guru dan dosen. Karena selama ini penyaluran TPG selalu dikaitkan dengan mutu pendidikan. Padahal menurut dia anggaran TPG senilai Rp 73 triliun, masih jauh lebih kecil dibandingkan tugas guru mendidik jutaan anak didik di penjuru tanah air.
Guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan, guru-guru di pelosok negeri diharapkan tetap berfokus untuk mengajar. Dia menegaskan jangan sampai guru mogok mengajar. Terkait persoalan hilangnya pasal TPG di bagian utama ruu sisdiknas akan menjadi perjuangan pengurus PGRI.
“TPG bagi kami adalah prinsip. Akan kami perjuangkan,” tuturnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Unifah menyampaikan tuntutan PGRI kepada pemerintah. Di antaranya adalah mengembalikan kembali bunyi pasal 127 ayat 1-10 seperti pada naskah ruu sisdiknas versi April 2022. Pasal tersebut mengatur tentang Tunjangan Profesi guru, Tunjangan Profesi dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya.
PGRI juga menyampaikan pemberian TPG adalah keharusan bagi pemerintah. Sebab guru dan dosen adalah sebuah profesi yang dalam menjalankan tugasnya berhak mendapatkan kesejahteraan di atas kebutuhan hidup minimum serta jaminan kesejahteraan sosial.
“PGRI akan terus konsisten memperjuangkan hak profesional yang melekat dalam diri guru dan dosen,” pungkasnya.
Seperti diketahui besaran TPG yang diterima guru berbeda-beda nominalnya. Untuk guru PNS, besaran TPG menyesuaikan gaji pokoknya masing-masing. Sedangkan untuk guru non PNS, besaran TPG mulai dari Rp 1,5 juta/bulan. Syarat utama mendapatkan TPG, seorang guru harus memiliki sertifikat profesi guru.
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menjawab keresahan publik soal TPG tersebut. “Kemendikbudristek memperjuangkan agar semua guru mendapat penghasilan yang layak,” katanya.
Dia mengatakan dengan pengaturan yang baru, guru-guru yang belum mendapat Tunjangan Profesi, akan bisa segera mendapatkan kenaikan penghasilan. (jpg/fajar)