DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan harga BBM di RI masih jauh lebih murah dibandingkan dengan negara lain.
Menurut Jokowi, harga BBM jenis pertalite di Indonesia masih Rp7.650 per liter. Namun, harga BBM itu murah karena disubsidi pemerintah.
Tanpa subsidi, Jokowi menyebut harga pertalite berpotensi tembus Rp17.100 per liter. Hal ini berarti selisihnya sebesar Rp9.450 per liter ditanggung oleh negara.
"Bayangkan kalau pertalite naik dari Rp7.650 per liter harga sekarang ini, kemudian naik menjadi harga yang benar adalah Rp17.100 per liter, demonya berapa bulan?" ungkap Jokowi dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD di Sentul, Bogor, Jumat (5/8).
Menurut Jokowi, kalau harga pertalite naik 10 persen maka masyarakat akan protes selama tiga bulan. Jadi, kalau harga pertalite naik sesuai harga keekonomian, masyarakat bisa demonstrasi lebih lama lagi.
"Naik 10 persen saja demonya tiga bulan, kalau naik sampai 100 persen lebih demonya akan berapa bulan?" kata Jokowi.
Di sisi lain, harga bensin di Amerika Serikat (AS) tembus Rp19.400 per liter. Begitu juga dengan Singapura yang mencapai Rp33 ribu per liter.
"Kita lihat sekarang di Amerika, harga bensin sudah Rp19.400, di Singapura harga bensin sudah Rp33 ribu," jelas Jokowi.
Lalu, harga solar subsidi ditetapkan sebesar Rp5.150 per liter. Sementara, solar non subsidi atau dexlite sekitar Rp17.800-Rp18.500 per liter.
Tak lama kemudian usai pernyataan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Jokowi akan mengumumkan kenaikan harga pertalite pekan depan. Sebab, pemerintah sudah tak kuat menanggung beban subsidi energi di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.
"Mungkin minggu depan presiden akan mengumumkan mengenai apa dan bagaimana mengenai kenaikan harga ini. Jadi presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan demikian karena harga BBM kita termurah se-kawasan dan itu beban untuk APBN," ucap Luhut saat kuliah umum di Universitas Hasanudin, Jumat (18/7).
Pemerintah telah mengerek subsidi energi dari Rp170 triliun menjadi Rp502 triliun pada 2022. Angka itu digunakan untuk menahan harga pertalite, solar, LPG, dan listrik agar tetap murah.[cnn]