DEMOKRASI.CO.ID - Isu pembelahan pada Pemilu 2024 mendatang akan kembali mencuat jika pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dimunculkan sedikit.
Begitu yang disampaikan peneliti senior lembaga survei Media Survei Indonesia (Median), Ade Irfan Abdurrahman dalam menyampaikan hasil surveinya, di kawasan Jakarta Pusat, Senin (1/8).
Dalam hasil surveinya, didapati persepsi publik terhadap isu pembelahan ini terjadi karena adanya hoaks atau disinformasi. Kemudian adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum, serta munculnya influencer atau buzzer dan provokator yang memperkeruh suasana.
Menurutnya, jika faktor-faktor penyebab terjadinya pembelahan itu terus dirawat oleh pemerintah, maka tidak menutup kemungkinan tahun 2024 akan terjadi perpecahan seperti yang terjadi di 2019 dengan munculnya cebong dan kampret.
“Kalau tetap dua calon bisa muncul isu pembelahan. Peran medsos sangat besar, membiarkan hoax dan dimanfaatkan untuk memenangkan salah satu calon. Hoax sangat besar mempengaruhi. Kalau ini dibiarkan akan mungkin kembali lagi,” kata Ade Irfan.
Dia menambahkan, siapa pun yang akan maju pada 2024 mendatang, jika hoaks, buzzer dan juga disinformasi terus muncul maka kemungkinan terjadi pembelahan.
"Dulu ada cebong kampret, kalau itu dibenturkan masih mungkin terjadi. Makanya yang terbaik adalah sama-sama mengakhiri itu. Kemudian kita melakukan visi bresama apa itu fakta integritas,” ucapnya.
Untuk menghindari adanya polarisasi, kata Ade Irfan, maka pemilu yang akan datang jangan hanya dua pasangan calon.
"Risikonya akan besar jika calon sedikit,” tutupnya. [rmol]