DEMOKRASI.CO.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima 213 aduan buntut pemblokiran steam hingga PayPal. Pengaduan diterima setelah membuka posko aduan selama seminggu penuh.
"Pada 5 Agustus 2022 lalu, LBH Jakarta telah resmi menutup Pos Pengaduan #SaveDigitalFreedom yang diperuntukkan bagi masyarakat yang dirugikan akibat pemblokiran sewenang-wenang maupun represi kebebasan di ranah digital akibat pemberlakuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020)," kata juru kampanye Strategis LBH Jakarta, Dania Joedo, dalam konferensi pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/8/2022).
"Total terdapat 213 pengaduan masuk masyarakat yang masuk selama 7 hari Pos Pengaduan dibuka terhitung sejak 30 Juli 2022," sambungnya.
Dania memerinci pengaduan terbanyak pada Minggu (31/7) dengan 75 aduan dan Senin (1/8) sebanyak 62 aduan. Adapun 213 pengadu terdiri atas 211 individu dan 2 perusahaan dengan bidang pekerjaan beragam, dari freelancer 48%; karyawan swasta 14%; developer 12%; mahasiswa atau pelajar 12%, hingga lainnya, seperti dosen, musisi, dan entrepreneur.
Dari 213 pengaduan masuk tersebut, 194 pengadu menjelaskan permasalahan dampak kebijakan. Sedangkan 18 sisanya berupa dukungan, protes kebijakan hingga pertanyaan hukum. Sebanyak 62 pengadu telah melampirkan bukti kerugian mencapai Rp 1,5 miliar.
"Dari 194 pengaduan yang menjelaskan permasalahannya, 62 Pengadu telah melampirkan bukti kerugian yang diestimasikan mencapai Rp 1,556.840.000. Adapun masalah yang paling banyak diadukan terkait dampak pemblokiran Paypal yang mencapai 64%," jelasnya.
Pola permasalahan diadukan masih meliputi empat pola permasalahan yang disampaikan sebelumnya. Pertama, hilangnya akses terhadap layanan-layanan yang berhak didapatkan pengadu dengan berbayar pada situs-situs yang diblokir, seperti Steam, Epic, dan beberapa situs lainnya.
Kedua, para pengadu mengaku kehilangan sumber penghasilan. Layanan Steam, Epic, dan lainnya yang tidak bisa diakses membuat mereka kehilangan penghasilan.
"Selain itu pemblokiran Paypal juga mengganggu sistem transaksi dan pencairan dana pendapatan banyak freelancer dan pekerja kreatif, Ketiga, hilangnya pekerjaan. Diblokirnya Paypal dalam beberapa waktu lalu telah mengakibatkan banyak pengadu kehilangan klien dan gagal melakukan kesepakatan kerja. Keempat, pengadu yang mengalami doxing akibat menyampaikan protes dan penolakan terhadap pemblokiran dan pemberlakuan Permenkominfo Nomor 5/2020," ujarnya.
Berdasarkan data tersebut, LBH Jakarta memandang tindakan pemblokiran PayPal cs dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) justru menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, khususnya bagi pekerja industri kreatif. LBH memandang pemerintah tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan aspek kepentingan masyarakat sebelum melakukan tindakan pemblokiran.
"Hal tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 jo Pasal 10 UU Administrasi Pemerintahan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan Nazwar.
Kemudian, Fadhil menilai tindakan pemblokiran tidak sesuai dengan standar dan mekanisme HAM. Menurutnya, pembatasan akses internet tidak dapat dilakukan sewenang-wenang karena prinsipnya akses internet adalah hak asasi manusia yang terkait dengan hak atas informasi, hak kebebasan berekspresi, hingga hak memperoleh kehidupan yang layak.
"Pembatasannya diatur secara limitatif dalam Pasal 19 ayat (3) Kovenan Hak Sipol, Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 hingga Prinsip Siracusa yang secara garis besar syaratnya harus diatur dalam undang-undang, tujuan yang sah, adanya keperluan, hingga mekanisme pembuktian yang transparan, adil dan imparsial melalui forum pengadilan," ujarnya.
LBH Jakarta juga menilai tindakan upaya paksa pemblokiran dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak memiliki legitimasi pembatasan yang diatur dalam UU melainkan hanya pada level peraturan pelaksana Permenkominfo 5/2020 sehingga melanggar standar HAM.
"Pasal 40 ayat 2a, 2b UU ITE yang sering kali dicatut sebagai dasar hanya memberikan wewenang pemutusan akses bagi PSE yang memiliki muatan melanggar hukum yang didasarkan pada putusan pengadilan. Beberapa situs yang diblokir tidak pernah dinyatakan memiliki muatan yang melanggar hukum tersebut," imbuhnya.
Kemudian, tindakan pemblokiran Kominfo merupakan perbuatan melawan hukum penguasa karena tidak sesuai dengan standar I IAM, tidak terdapat alasan pembenar menurut hukum, bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas. Pasal 53 ayat 1 UU PTUN jo Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan telah memberikan hak bagi siapapun yang dirugikan atas tindakan pemerintahan untuk melayangkan gugatan.
"Tindakan koreksi harus dilakukan untuk mencegah terulangnya pelanggaran dan kerugian masyarakat di masa mendatang," ujarnya.
"Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta bersama masyarakat akan mempersiapkan gugatan kepada Menkominfo untuk membatalkan tindakan dan kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang serta melanggar hukum dan HAM tersebut," tambahnya.
Pengacara Publik LBH Jakarta Teo Reffelsen mengatakan pihaknya bakal duduk bersama dengan pengadu membahas mengenai rencana melayangkan gugatan terhadap Menkominfo RI Johnny G Plate. Salah satu yang bakal digali dalam pertemuan itu adalah menghitung total kerugian yang dialami warga ketika Steam hingga Paypal diblokir.
"Angka ini memang kecil tapi akan terus bertambah karena masih banyak korban yang belum jelaskan kerugian materiil. Ini akan kita gali saat pertemuan dan kita publish lagi sebelum lakukan gugatan terhadap menteri ya, bukan Permenkominfo," jelasnya.
"Iya, (gugatan) terhadap pemerintahnya karena dia melakukan tindakan pemerintahan yang tidak, sesuai standar asas kemanusiaan, tidak punya alasan pembenaran menurut hukum karena itu sudah pasti dia tidak memenuhi asas-asas pemerintahan yang baik dan menimbulkan kerugian. Setidaknya ada 4 alasan melakukan gigaran terhadap tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh kementerian," tambahnya. [detik]