DEMOKRASI.CO.ID - Aksi unjuk rasa dan mogok massal para pelaku wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Senin kemarin (1/8) yang berujung ricuh menjadi sorotan anggota dewan di Senayan. Terlebih ada 3 pengunjuk rasa yang kemudian diamankan pihak keamanan setempat.
Untuk itu, Komisi X DPR RI bakal memanggil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno untuk memberikan kejelasan. Termasuk dari pihak Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores (BPOLBF) dan PT Flobamora.
“Kami akan mengagendakan RDP pada masa sidang yang akan datang," tegas anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira, kepada wartawan, Rabu (3/8).
Andreas menilai, aksi mogok massal pelaku wisata di Labuan Bajo dipicu oleh dua hal. Pertama, karena tarif ke Taman Nasional Kawasan Wisata Komodo yang naik drastis menjadi Rp 3,75 juta.
Kenaikan tarif tersebut, kata Andreas, membuat para pelaku wisata di Labuan Bajo khawatir akan berimbas terhadap berkurangnya kunjungan wisatawan.
“Yang tentunya akan berimbas pada pelaku wisata dan ekraf yang baru saja mulai pulih dari situasi pandemi, dengan mulai kembali ramainya kunjungan wisata ke Labuan Bajo,” ujar Andreas.
Politikus PDIP ini pun menilai wajar kekhawatiran yang dirasakan para pelaku wisata dan ekonomi kreatif di Labuan Bajo, sebagaimana pelaku wisata daerah lain yang benar-benar terpukul oleh pandemi.
"Kedua, meskipun demonstrasi menentang kenaikan tarif ke kawasan TN Komodo ini sudah dijawab dengan ditetapkannya kunjungan ke pulau Rinca tetap dengan tarif yang berlaku, artinya tidak ada kenaikan," ujarnya.
Namun, lanjut dia, tarif masuk ke pulau Padar dan Komodo tetap dinaikan menjadi Rp 3,75 juta dengan alasan untuk kepentingan konservasi yang berbiaya mahal, sebagaimana penjelasan Pemda NTT.
“Penjelasan ini tampaknya tidak menyurutkan aksi mogok massal pelaku wisata,” kata Andreas.
Andreas menuturkan, soal urgensi konservasi untuk pulau Komodo dan Padar semua telah sepakat. Hal ini memang untuk kepentingan keberlanjutan hidup hewan purba varanus comodensus dan habitat aslinya di Komodo dan Padar.
“Namun, penyebab mogok massal ini juga dipicu juga oleh ketidakpercayaan pelaku wisata akan motif alasan kenaikan tarif dengan diberikan hak monopoli oleh Pemda NTT kepada BUMD Flobamora untuk menetapkan tarif dan mengelola TN Komodo,” papar Andreas.
Lebih lanjut Andreas mengusulkan, Pemda NTT dan perwakilan organisasi-organisasi pelaku wisata duduk bersama untuk mencari solusi demi menghentikan aksi-aksi demo di Labuan Bajo.
“Situasi Labuan Bajo dengan suguhan aksi-aksi demo merupakan suguhan yang buruk bagi wisatawan dan negatif campaign untuk Labuan Bajo-Flores. Kalau demo mogok massal ini berlangsung terus, lama kelamaan wisatawan enggan dan tidak nyaman berkunjung ke Labuan Bajo-Flores,” demikian Andreas. [rmol]