DEMOKRASI.CO.ID - Kuasa hukum Mularis Djahri, Alex Noven meminta uang senilai Rp 21 miliar yang disita Ditreskrimsus Polda Sumsel dari rekening kliennya dikembalikan ke rekening semula, yaitu PT Campang Tiga. Alex mengatakan uang itu sepenuhnya merupakan hak dari PT Campang Tiga yang akan digunakan untuk menjalankan operasional kegiatan usaha dan pembayaran gaji kepada lebih dari 1.000 karyawan perusahaan.
"Kami menilai pemblokiran yang dilanjutkan dengan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Dirkrimsus Polda Sumsel tersebut merupakan bentuk penyimpangan dan kesewenang-wenangan atau abuse of power karena telah bertentangan dengan Pasal 71 ayat (1) s/d ayat (7) UU TPPU," ujar Alex dalam keterangan tertulis, Minggu (28/8/2022).
Selain itu, ia menyayangkan pihak bank yang lalai dalam menjalankan kewajiban dengan menjaga kerahasiaan informasi nasabah penyimpan dan simpanannya. Ia menyebut sejumlah bank yang terlibat dalam kasus ini telah melanggar pasal 25 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/7/POJK.07/2013 Tanggal 6 Agustus 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
"Karenanya, kami memohon kepada Bapak Kapolri untuk dapat memeriksa dan menyidik Dirkrimsus Polda Sumsel beserta jajarannya atas penyimpangan dan kesewenang-wenangan dalam rangkaian proses penyidikan PT Campang Tiga. Kami juga memohon agar Bapak Kapolri mencopot Kapolda Sumsel dari jabatannya karena secara hierarki sebagai pimpinan tertinggi di Polda Sumsel, Kapolda seharusnya dapat mempertanggungjawabkan rekayasa kasus yang telah dialami klien kami sekarang," paparnya.
Alex juga meminta pertanggungjawaban kepada bank-bank yang telah melakukan pemblokiran dan pemindahan uang dengan cara mengembalikan uang secara seketika ke rekening asal milik PT Campang Tiga serta rekening pribadi Mularis Djahri.
"Apabila pernyataan kami ini tidak diindahkan dalam batas waktu yang wajar maka kami akan melakukan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan selaku instansi yang melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat terhadap pelanggaran-pelanggaran serta kejahatan di sektor keuangan dalam kegiatan jasa keuangan seperti dalam rekayasa kasus yang sedang dialami klien kami," tuturnya.
Sebelumnya, Alex telah melayangkan surat somasi kepada sejumlah bank BUMN yang melakukan pemblokiran sepihak atas rekening milik kliennya. Ia mengungkapkan pemblokiran tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan dan seizin kliennya.
Lebih lanjut, Alex mengatakan pemblokiran rekening yang dilakukan bank-bank tersebut tidak memiliki dasar hukum, serta telah melanggar kewajiban bank terkait penerapan rahasia bank sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat 1 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Selain itu, Alex menegaskan berdasarkan pasal 25 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/7/POJK.07/2013 Tanggal 6 Agustus 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga disebutkan bank selaku lembaga jasa keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana atau aset konsumen yang berada dalam tanggung jawab bank selaku pelaku usaha jasa keuangan.
"Jadi, dengan adanya kewajiban bank tersebut maka seharusnya konsumen mendapat kepastian berupa keamanan simpanan, dana atau aset yang dimiliki pada bank," sambungnya.
Alex menuturkan selama menjadi nasabah di bank-bank yang melakukan pemblokiran tersebut, kliennya merupakan konsumen lama yang memiliki badan hukum serta tidak pernah menyalahi aturan yang dibuat bank.
"Jadi, dengan adanya pemblokiran tersebut, otomatis klien kami mengalami kerugian material maupun immaterial, yang mana uang tersebut digunakan untuk pembiayaan operasional dan juga gaji karyawan PT. Campang Tiga milik klien kami, sehingga mengganggu operasional perusahaan," katanya.
Alex menerangkan berdasarkan pasal 71 ayat 1-7 UU TPPU tentang pemblokiran, itu dilakukan paling lama 30 hari kerja dan selanjutnya dalam jangka waktu pemblokiran berakhir, pihak pelapor (penyidik) wajib mengakhiri pemblokiran demi hukum. Dalam hal ini, harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada pihak pelapor yang bersangkutan.
"Namun, kenyataannya sampai dengan berakhirnya batas waktu pemblokiran yang ditentukan oleh undang-undang, pihak pelapor incasu yaitu penyidik dalam hal ini tidak mengakhiri pemblokiran rekening klien kami, tapi justru meningkatkan pemblokiran tersebut menjadi penyitaan. Berdasarkan UU TPPU, perbuatan itu jelas melanggar aturan yang ada alias merampas hak orang lain tanpa dilindungi undang-undang," tukasnya.
Sebagai informasi, pemilik perusahaan Kelapa Sawit PT Campang Tiga Mularis Djahri dituding secara tidak sah mengerjakan, menggunakan, dan menguasai lahan perkebunan di areal perkebunan tebu PT Laju Perdana Indah (LPI) di Kecamatan Cempaka, OKU Timur, Sumsel. Menanggapi tudingan ini, ia menjelaskan PT Campang Tiga merupakan pemegang sah izin lokasi usaha perkebunan kelapa sawit seluas 12.000 hektare di Desa Campang Tiga Ilir, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor: 232/KPTS/693/1/2004 Tahun 2004, dan perpanjangan pada 6 Desember 2007.
"Sedangkan PT LPI yang menurut penyidik dalam laporan model A ini adalah pemilik lahan yang tidak memiliki izin lokasi di Desa Campang Tiga Ilir," pungkas Mularis.
Menurutnya, PT Campang Tiga juga telah melaksanakan kewajiban perusahaan, salah satunya melakukan ganti rugi kepada masyarakat setempat dengan cara pelepasan hak yang merupakan bukti autentik bahwa telah terjadi peralihan yang sah secara kesepakatan mufakat antara Pihak PT Campang Tiga dan masyarakat pemilik tanah di Desa Campang Tiga llir, Kecamatan Cempaka, OKU Timur.[detik]