DEMOKRASI.CO.ID - KPK memeriksa adik kandung Mardani Maming (MM), Rois Sunandar. KPK mendalami terkait afiliasi Maming dengan sejumlah perusahaan pengelola pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Rois Sunandar selaku pihak swasta, hadir dan didalami pengetahuan saksi antara lain mengenai dugaan adanya tautan dan afiliasi Tersangka MM dengan beberapa perusahaan pengelola pertambangan di Tanah Bumbu yang mendapatkan IUP," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (30/8/2022).
Pemeriksaan terhadap Rois Sunandar itu dilakukan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Senin (29/8). Dalam pemeriksaan itu, seorang ibu rumah tangga bernama Eka Risnawati turut diperiksa. Dia dicecar soal aktivitas keuangan sejumlah perusahaan pertambangan yang diduga berkaitan dengan Mardani Maming.
"Eka Risnawati selaku ibu rumah tangga, hadir dan didalami pengetahuannya antara lain mengenai aktivitas keuangan dari beberapa perusahaan pertambangan di Tanah Bumbu yang juga bertautan dan terkait dengan Tersangka MM," ujar Ali.
Ali menambahkan penyidik KPK juga mencecar mantan Kabag Hukum Ditjen Minerba Kementerian ESDM Fadli Ibrahim. Dia dimintai konfirmasi terkait kewenangan dan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) selama menjabat.
"Fadli Ibrahim selaku Kabag Hukum Ditjen Minerba Kementerian ESDM tahun 2011, hadir dan dikonfirmasi antara lain dengan kewenangan dan tupoksi saksi saat menjabat Kabag Hukum Ditjen Minerba Kementerian ESDM," ucapnya.
KPK sedianya memanggil empat orang saksi. Namun seorang saksi bernama Wawan Surya dikonfirmasi untuk penjadwalan ulang.
"Wawan Surya selaku Direktur PT Permata Abadi Raya (PAR) tahun 2013-2020, tidak hadir dan konfirmasi untuk kembali diagendakan Selasa (30/8) di gedung Merah Putih KPK," tutup Ali.
Dalam perkara ini, Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka di perkara izin usaha pertambangan (IUP) Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Kala menjabat Bupati Tanah Bumbu, Maming diduga menerima suap IUP dari pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang telah meninggal dunia, Henry Soetio.
Saat itu, Henry melakukan komunikasi dengan Maming. Dia berniat mendapatkan IUP operasi dan produksi (IUO OP) PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) seluas 370 hektare di Kecamatan Angsana, Tanah Bumbu.
Kemudian, Maming mempertemukan Henry Soetio dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Akhirnya, IUP OP PT BKPL beralih ke PT PCN. Dengan dugaan, beberapa kelengkapan administrasi sengaja dimundurkan tanggalnya.
Selain itu, Maming meminta Henry Soetio mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan agar dapat menunjang aktivitas operasional pertambangan. Namun perusahaan pengelola pelabuhan itu dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (PT ATU), yang merupakan perusahaan milik Mardani Maming.
Selain PT ATU, Mardani Maming membentuk sejumlah perusahaan pertambangan yang diduga fiktif dan sengaja dibuat. Kemudian, KPK menduga Henry Soetio memberikan sejumlah uang kepada Mardani Maming, namun pemberian itu dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying.
Siasat perjanjian kerja sama underlying itu digunakan agar memayungi dugaan aliran uang dari PT PCN ke sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming. KPK menduga Mardani Maming menerima Rp 104,3 miliar dalam bentuk tunai maupun transfer dalam kurun 2014-2020.[detik]