DEMOKRASI.CO.ID - Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim mengungkap saat sidang kode etik eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sempat diwarnai air mata.
Yusuf Warsyim saat itu hadir di ruang sidang, Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan, mewakili Kompolnas.
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk Irjen Ferdy Sambo berlangsung kurang lebih 17 jam, Kamis (25/8/2022).
Menurut Yusuf Warsyim dalam sidang tersebut sempat diwarnai ketegangan dan air mata.
"Suasana sidangnya sebagaimana pengadilan, ya suasananya, tegangannya ada, tenangnya ya dinamis lah. Dan penuh air mata," kata Yusuf saat dikonfirmasi awak media dikutip Minggu (28/8/2022).
Kata Yusuf, ada beberapa anggota Polri yang menangis dalam sidang tersebut.
Namun, dalam sidang tersebut, menurut Yusuf, Ferdy Sambo tidak menangis.
Baca juga: BARU Terungkap Brigadir J Minta Didoakan Ibunda Saat Kawal Keluarga Irjen Ferdy Sambo ke Magelang
Ia hanya melihat bagaimana Ferdy Sambo merasa bersalah atas perbuatannya menghabisi nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Pak Sambo tidak menangis, terlihat ada rasa bersalah," ujarnya.
"Tetapi terlihat ada keteguhan apa yang akan dihadapinya. Pak Sambo tidak menangis dalam sidang," lanjut dia.
Menurut Yusuf beberapa orang yang menangis dalam sidang Ferdy Sambo tersebut, di antaranya berstatus saksi.
Diketahui dalam sidang kode etik Ferdy Sambo dihadirkan 15 orang saksi.
Adapun, 15 saksi tersebut di antaranya Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria, Kombes Susanto, Kombes Budhi Herdi, AKBP Ridwan Soplanit, AKBP Arif Rahman.
Kemudian AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, AKP Rifaizal Samual, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf, Bharada Richard Eliezer, HN (saksi di luar patsus), dan MB (saksi di luar patsus).
Namun, Yusuf tidak merinci siapa saja saksi yang menangis dalam sidang tersebut.
Ia menduga beberapa saksi yang menangis karena adanya rasa kecewa yang dirasakan.
"Ya tidak tahu, barang kali ada persaan kecewa, menyesal, iyalah pasti menyesal karena sudah masuk sidang etik begitu," kata dia.
Ferdy Sambo tak bantah keterangan saksi
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkap pengakuan para saksi dalam sidang kode etik tidak dibantah Irjen Ferdy Sambo.
"Pelanggar Irjen FS (Ferdy Sambo) juga sama tidak menolak apa yang disampaikan oleh para saksi," ujar Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022) dini hari.
Dedi mengatakan bahwa pengakuan tersebut menandakan bahwa dugaan pelanggaran etik Ferdy Sambo telah diakui benar adanya.
Di antaranya, merekayasa kasus, menghilangkan barang bukti, hingga menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice.
"Artinya perbuatan tersebut betul adanya mulai dari merekayasa kasusnya kemudian menghilangkan barang buktinya dan juga menghalang-halangi dalam proses penyidikan," jelasnya.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa 15 saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut dibagi menjadi tiga klaster.
Adapun klaster pertama terdiri dari tiga orang yang terkait dengan peristiwa penembakan Brigadir J di rumah dinas Sambo.
Ketiga saksi itu merupakan Bharada E, Bripka RR, dan KM.
Sedangkan klaster kedua adalah klater terkait masalah perintangan penyidikan yang berjumlah 5 orang.
Kelima saksi ini merupakan Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria, Kombes Susanto, dan Kombes Budhi Herdi.
"Klaster kedua adalah klaster terkait masalah Obstruction of Justice. Berupa ketidakprofesionalan dalam olah TKP, ada lima orang," jelasnya.
Selanjutnya, kata dia, klaster saksi ketiga berkaitan dengan Obstruction of Justice berupa perusakan atau penghilangan alat bukti CCTV.
Mereka adalah AKBP Ridwan Soplanit, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, dan AKP Rifaizal Samual.
"Tim ini masih bekerja dengan masih punya 34 terduga pelanggar. Ini juga masih berproses dalam waktu 30 hari ke depan timsus bersama Propam juga akan terus secara maraton menggelar sidang tersebut," katanya.
Ferdy Sambo dipecat
Ferdy Sambo dijatuhi sanksi pemberhentian secara tidak hormat (PTDH) berdasarkan hasil sidang kode etik.
Menyikapi keputusan tersebut, Ferdy Sambo mengajukan banding.
"Mohon izin sesuai dengan pasal pasal 69 Perpol nomor 7 tahun 2022 izinkan kami untuk mengajukan banding," kata Ferdy Sambo dalam persidangan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022) dini hari.
Ferdy juga mengakui kesalahannya karena menjadi otak pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Mohon izin ketua KKEP bagaimana kami sampaikan dalam proses persidangan, kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami lakukan terhadap institusi Polri," jelasnya.
Meski begitu, Ferdy menyebut dirinya akan menerima hasil keputusan banding yang dia ajukan.
"Apapun keputusan banding kami siap untuk melaksanakan," ucapnya.
Peran lima tersangka
Sekadar informasi, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, kepolisian sudah menetapkan lima tersangka.
Para tersangka dijerat pasal asal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Ancaman hukumannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun.
Ada pun lima tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J, yaitu:
1. Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, berperan menembak Brigadir J atas perintah Irjen Ferdy Sambo;
2. Brigadir Ricky Rizal atau Brigadir RR, berperan menyaksikan dan membantu eksekusi Brigadir J;
3. Kuat Maruf, sopir Putri Candrawathi, berperan menyaksikan dan membantu eksekusi Brigadir J;
4. Irjen Ferdy Sambo, otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J;
5. Putri Candrawathi, membuat laporan bohong soal dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J. (Tribunnews.com/ rizki/ abdi/ igman)