DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenal terang-terangan saat mengkritik. Tak terkecuali kala presiden ke-4 RI ini menyindir polisi.
Seperti yang tertulis dalam buku Mati Tertawa Bareng Gus Dur, dikatakan bahwa Gus Dur pernah berguyon hanya ada tiga polisi yang jujur di negara ini.
“Pertama, patung polisi. Kedua, polisi tidur. Ketiga, polisi Hoegeng (Kapolri 1968-1971),” ucap Gusdur. Lainnya? Gus Dur hanya tersenyum.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo telah mengusulkan Jenderal Hoegeng diangkat sebagai pahlawan nasional.
Kesahajaan, kesederhanaan, kejujuran, integritas, pengabdian, dan keteladanan Hoegeng adalah legasi bersejarah yang bernilai fundamental untuk segenap bangsa Indonesia.
Bamsoet menilai sosok Hoegeng sebagai pribadi yang jujur, berintegritas, berani, dan dapat dipercaya.
Meskipun menyandang jabatan penting, baik sebagai Kapolri maupun menteri, namun Hoegeng tidak pernah bersikap 'aji mumpung' memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Sebagai pejabat tinggi, Hoegeng tetap bersahaja dan hidup dalam kesederhanaan, jauh dari gaya hidup hedonisme.
Karakter dan kepribadian tersebut membuat Hoegeng dikenal dekat dengan Presiden Pertama RI Bung Karno. Kedekatan ini tidak dibangun oleh loyalitas yang membabi buta, melainkan hubungan 'simbiosis mutualisme' dan profesional.
Di satu sisi, Hoegeng bukanlah tipikal pejabat yang bersikap 'asal bapak senang' dan berani mengungkapkan pendapat secara jujur dan lugas. Di sisi lain, Bung Karno adalah sosok demokratis dan tidak suka memaksakan kehendak secara otoriter.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi Hukum, HAM dan Keamanan ini menuturkan Hoegeng juga dikenal sebagai pribadi yang teguh pendirian, tegak lurus pada aturan, apa pun konsekuensinya.
Termasuk jika harus mengorbankan jabatan. Keterbatasan kehidupan ekonomi tidak menjadikan integritas Hoegeng mudah terbeli oleh iming-iming gratifikasi yang datang silih berganti. (dra/fajar)