DEMOKRASI.CO.ID - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) menaikkan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/BI 7DRR) menjadi sebesar 3,75 persen pada Agustus 2022. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing menjadi 3 persen dan 4,5 persen.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22 dan 23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (23/5).
Perry mengatakan kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi di global maupun domestik. Dari sisi global, Perry menilai proses pemulihan ekonomi akan terganggu di tengah lonjakan inflasi dan kebijakan moneter di beberapa negara.
"Ekonomi global berisiko tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, disertai dengan peningkatan risiko stagflasi dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan," ucap Perry.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Sebab, inflasi global masih tinggi karena perang Rusia dan Ukraina.
"Volume perdagangan dunia diperkirakan lebih rendah dari sebelumnya," imbuh Perry.
Di dalam negeri, Perry menilai ekonomi semakin pulih. Hal ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang masih meningkat dan kenaikan ekspor.
"Perbaikan ekonomi domestik berlanjut, PDB kuartal II 2022 tumbuh 5,44 persen, jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya," ujar Perry.
Oleh karena itu, BI tetap memproyeksi ekonomi RI tumbuh berkisar 4,5 persen-5,3 persen pada 2022.
Sementara, BI mencatat rupiah terdepresiasi 4,72 persen pada Agustus 2022 dibandingkan akhir Desember 2021. Meski begitu, depresiasi rupiah diklaim masih lebih baik dibandingkan dengan pelemahan nilai tukar negara lain, seperti India yang mencapai 6,92 persen, Malaysia 7,13 persen, dan Thailand 7,38 persen.
Di sisi lain, BI mewaspadai lonjakan inflasi karena harga energi dan pangan terus meningkat. Perry memproyeksi inflasi RI tembus lebih dari 3 persen pada akhir 2022.
"Ke depan tekanan inflasi diperkirakan meningkat didorong masih tingginya harga energi dan pangan, serta kesenjangan pasokan," jelas Perry.
Inflasi tercatat 4,94 persen secara tahunan pada Juli 2022. Angka itu menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015 lalu. [cnn]