DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD dan Ketua Dewan Syuro Partai Ummat Amien Rais beradu argumentasi soal insiden penembakan enam laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 di media sosial.
Kejadian ini bermula ketika Mahfud melontarkan cuitan di akun Twitternya bahwa kasus penembakan Laskar FPI merupakan tindak pidana biasa. Ia turut mengutip pernyataan Amien Rais bahwa institusi TNI/Polri tak terlibat dalam insiden tersebut.
Mahfud juga mengutip kesimpulan Komnas HAM bahwa kasus itu tindak pidana biasa dan sudah dibawa ke pengadilan.
"Kata Pak Amien Rais saat menyambut buku putih TP4, kasus KM 50 clear tak melibatkan TNI/POLRI. Kasusnya sudah dibawa ke pengadilan sesuai temuan Komnas HAM bahwa itu pidana biasa," kata Mahfud dalam akun Twitternya @mohmahfudmd, Minggu (28/8)
Meski demikian, Mahfud tak mempersoalkan bila masyarakat memiliki bukti baru atau novum atas peristiwa tersebut. Hal itu juga sudah sesuai dengan arahan Kapolri.
"Komnas HAM berwenang bilang begitu berdasar UU. Meski begitu, kata Kapolri, kalau Anda punya novum, sampaikan," kata Mahfud.
Merespons pernyataan Mahfud itu, Amien Rais lantas mengklarifikasinya. Amien juga protes terhadap Mahfud karena pernyataannya terkait kasus itu dikutip tidak lengkap dan setengah-setengah.
"@mohmahfudmd koreksi untuk Anda ya mas. Jangan pernah mengutip pernyataan seseorang, hanya dengan setengah-setengah," kata Amien dikutip dari akun Instagram pribadinya, Senin (29/8).
Amien juga mengkritik Mahfud yang menyebut kasus KM 50 sudah klir dan merupakan tindak pidana biasa. Amien membantah bahwa insiden Km 50 merupakan tindak pidana biasa.
Dia mengatakan bersama sejumlah pihak lewat TP3 telah serius mengawal kasus itu dengan menyusun buku berjudul 'Pelanggaran HAM Berat: Pembunuhan Enam Pengawal HRS'.
Dalam buku setebal 325 halaman itu, Amien menyebut insiden Km 50 merupakan unlawful killing atau pembunuhan di luar proses hukum alias tak dibenarkan.
Diketahui, TP3 merupakan tim dari kalangan masyarakat sipil yang dibentuk untuk menginvestigasi kasus KM 50. TP3 lantas menerbitkan 'buku putih' yang disebut berisikan data dan fakta terkait pembunuhan enam laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Oleh karena itu, Amien sempat mendatangi Jokowi di Istana pada Maret 2021 lalu untuk menyampaikan masukan khusus soal kasus tersebut. Amien juga mengklaim sempat menyerahkan 'buku putih' itu ke Jokowi.
Amien juga mengingatkan Jokowi bahwa kasus Km 50 merupakan pelanggaran HAM berat yang harus dibawa ke pengadilan.
"Pembunuhan keji itu sama dengan membunuh seluruh umat manusia, dan menjadi lebih keji lagi kalau yang dilenyapkan adalah hamba-hamba Allah yang beriman," kata Amien.
Perdebatan belum berakhir. Mahfud lantas membantah lagi klarifikasi Amien Rais itu. Amien, kata dia, sempat mengatakan bahwa TNI/Polri tak terlibat dalam kasus KM 50 pada peluncuran Buku Putih yang disusun oleh TP3 pada 7 Juli 2021.
"Mohon maaf, Pak Amien. Bahwa Pak Amien sendiri yang bilang "TNI/Polri tidak terlibat Kasus KM 50". Itu bukan kutipan sepotong, itu intinya. Pak Amien mengatakan itu tanggal 7 Juli 2021, saat "Peluncuran Buku Putih" yang dibuat oleh TP3. Itu dimuat oleh berbagai media massa dengan isi yang sama," cuit Mahfud dalam akun Twitternya @mohmahfudmd.
Mahfud membantah juga klarifikasi Amien yang mengatakan telah menyerahkan Buku Putih ke Jokowi pada pertemuan di Istana 9 Maret 2021. Mahfud mengatakan Amien Rais pada pertemuan itu tak membawa secuil kertas.
"Di dalam klarifikasinya Pak Amien salah lagi. Bilangnya 8 Maret 2021 datang ke istana bersama Abdullah Hehamahua dan lain-lain untuk menyerahkan buku. Itu, salah ingat, Pak Amien. Saya hadir di situ, Pak Amien dkk tak membawa secuil kertas pun, apalagi Buku Putih. Tak ada itu. Begini faktanya," kata dia.
Sebagai informasi, insiden penembakan terhadap enam laskar FPI oleh kepolisian di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 terjadi pada akhir 2020 lalu.
Tiga anggota Polri ditetapkan sebagai tersangka pada kasus tersebut. Namun, polisi menerbitkan SP3 terhadap salah satu tersangka berinisial EPZ karena telah meninggal dunia. Alhasil, dua orang tersangka diseret ke meja hijau sebagai terdakwa.
Teranyar, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa yang menembak para laskar.[cnn]