DEMOKRASI.CO.ID - Kejaksaan Agung telah menunjuk 30 jaksa penuntut umum (JPU) untuk persidangan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, nanti.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana.
"Sudah ditunjuk 30 JPU untuk menangani perkara tersebut," ujarnya, dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews, Minggu (28/8/2022).
Diketahui, pemberkasan perkara Ferdy Sambo telah memasuki babak akhir.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait kekurangan yang ada.
"Yang jelas Ferdy Sambo proses pemeriksaan sudah mendekati penyelesaian," kata Listyo Sigit saat ditemui awak media di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2022), dilansir Tribunnews.com.
"Kita sudah melaksanakan koordinasi berkas untuk segera diselesaikan terkait kekurangan-kekurangan yang ada," tambahnya.
Berkas perkara empat tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J, termasuk Ferdy Sambo, sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung sejak Jumat (19/8/2022) lalu.
Hal ini berarti sudah lebih dari sepekan berkas perkara tersebut diperiksa Kejaksaan Agung.
Jika berkas perkara sudah dinyatakan lengkap, nantinya akan ada penyerahan tersangka dan barang bukti.
Jika sudah lengkap, akan penyerahan tersangka dan barang bukti.
Sementara itu, pemberkasan Putri Candrawathi saat ini masih dalam proses.
Jika pemberkasan Putri Candrawathi sudah selesai, nantinya juga akan segera diserahkan ke Kejaksaan.
"Sementara yang lain, kasus-kasus yang memang saat ini sedang berproses menyusul kemudian," ungkapnya.
"Tapi, kalau kasus utama FS sendiri saat ini sudah mendekati lengkap."
"Tinggal kita lihat ke depan kalau sudah dinyatakan jaksa selesai artinya berkas sudah bisa kita limpahkan," tukas Listyo Sigit.
Lima Tersangka akan Dihadirkan saat Rekonstruksi
Tim khusus Polri akan menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J pada Selasa (30/8/2022) mendatang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun menjanjikan rekonstruksi akan dilakukan secara transparan.
"Semuanya transparan tidak ada yang kita tutupi. Kita proses sesuai dengan fakta dan itu janji kita," ujarnya, Minggu (28/8/2022), dilansir Tribunnews.com.
Rencananya, rekonstruksi tersebut akan menghadirkan lima tersangka, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Brigadir RR, dan Kuat Maruf, yang didampingi kuasa hukum masing-masing.
"Menghadirkan seluruh tersangka, lima orang yang sudah ditetapkan tersangka," ungkap Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, Jumat (26/8/2022).
Selain itu, jaksa penuntut umum (JPU), Komnas HAM, dan Kompolnas juga akan dihadirkan.
"Selain menghadirkan lima tersangka juga didampingi pengacara, nanti bersama ikut di dalam menyaksikan rekonstruksi tersebut adalah JPU," katanya.
"Kemudian juga agar pelaksanaannya juga berjalan secara transpanan, objektif, dan akuntabel, penyidik juga mengundang Komnas HAM, Kompolnas."
"Ini sesuai komitmen Kapolri, bahwa seluruh prosesnya ini harus juga untuk menjaga transparansi, objektifitas kita mengundang pengawas dari eksternal yaitu Komnas HAM dan Kompolnas," tandasnya.
Tanggapan Kompolnas soal Ferdy Sambo Ajukan Banding
Ferdy Sambo mengajukan banding atas keputusan sidang etik yang memecat dirinya dengan tidak hormat.
Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim, menilai upaya banding itu hanya untuk mengulur waktu agar PTDH tak segera dilakukan
Meski demikian, Yusuf mengatakan upaya pengajuan banding merupakan bagian dari hak yang bersangkutan.
"Itu adalah bagian dari strategi yang bersangkutan saja untuk mengulur-ulur waktu terkait proses PTDH."
"Tidak masalah yang bersangkutan mengajukan banding kan itu haknnya," kata Yusuf dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi tvOneNews, Minggu (28/8/2022).
Yusuf meyakini, Ferdy Sambo tak akan memilih dalih yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) pada sidang banding nanti.
Sebab menurutnya, perbuatan pidana Ferdy Sambo sudah sangat jelas dan tak bisa dielak.
Terlebih kasus yang membelit Ferdy Sambo ini juga merupakan pidana dengan ancaman berat yakni maksimal hukuman mati.
"Tapi sepanjang kami pantau dan nilai sebagaimana yang termaktub dalam sangkaan pada FS sendiri, kemungkinan besar FS tidak memiliki dalil etik dan hukum yang dapat dipertimbangkan oleh majelis komisi etik banding Polri nanti."
"Karena sudah cukup telak, tidak bisa mengelak lagi untuk tidak mengakui perbuatannya."
"Tapi yang penting, sidang komisi etik telah memutus yang bersangkutan bersalah dan telah diberikan sanksi administrasi PTDH, itu yang paling penting," kata Yusuf.[tribunnews]