DEMOKRASI.CO.ID - Kedatangan Buronan KPK Mardani H. Maming ke Gedung Merah Putih dengan membawa surat berlogo Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) direspons oleh jajaran PBNU.
Mardani H. Maming memang menjabat sebagai Bendahara Umum PBNU periode kepemimpinan Yahya Cholil Staquf. Saat ini, Maming menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan nilai uang sebesar Rp 104 miliar lebih.
Ketua PBNU bidang Keagamaan Ahmad Fachru Rozi menegaskan bahwa kasus yang membelit Mardani H. Maming tidak ada hubungannya dengan PBNU.
Kata pria yang karib disapa Gus Fahrur, penegasan tidak ada kaitannya dengan PBNU diimplementasikan dengan menonaktifkan Mardani H. Maming sejak sebulan lalu, setelah KPK mengendus adanya dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Mardani.
“Ini murni kasus pribadi beliau yang terjadi saat menjabat bupati dan sama sekali tidak ada kaitan dengan PBNU. Status di PBNU sudah dinyatakan non aktif sejak satu bulan yang lalu sudah ada rapat gabungan untuk menentukan jika sudah ada keputusan status hukum,” katanya.
Pihaknya menuturkan bahwa PBNU berhati-hati dalam menyikapi kasus yang membelit Maming.
Pasalnya, PBNU tidak mengetahui secara detail kasus dugaan suap dan gratifikasi IUP di Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, sehingga tidak bisa berbicara lebih jauh mengenau kasus tersebut.
"Kita berhati-hati karena kita sama sekali tidak tahu sebelumnya ttg masalah beliau , maka harus penuh kehati hatian dan menunggu status resminya,” tutupnya.
Di sisi lain, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf beberapa hari lalu di Sleman menyatakan bahwa Maming masih menjabat sebagai Bendahara Umum PBNU.
Bahkan pengakuan dari kuasa hukum Maming, Denny Indrayana dan Bambang Widjojanto, mereka mendapat penugasan dari PBNU untuk melakukan pendampingan terhadap Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan itu. [rmol]