DEMOKRASI.CO.ID - Perseteruan antara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang sengkarut Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta dapat dipahami oleh Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), M. Jumhur Hidayat.
Dalam sengkarut ini, UMP DKI yang dinaikkan Anies Baswedan sebesar 5,1 persen pada 2022 digugat Apindo DKI. Apindo ingin agar kenaikan upah hanya 0,85 persen saja.
Putusan PTUN meminta Gubernur Anies membatalkan keputusannya. Selain iu, Anies juga diminta merujuk ke Dewan Pengupahan yang kenaikan gajinya hanya 3,57 persen. Sementara putusan banding atau tidak Gubernur Anies paling lambat tanggal 29 Juli ini.
Jumhur Hidayat mengaku paham dengan alasan kedua belah pihak yang berseteru. Jika Anies tidak melakukan banding, maka upah yang berlaku harus turun menjadi seperti usulan Dewan Pengupahan, yaitu hanya naik 3,57 persen.
Di sisi lain, ada pengakuan dari Hakim PTUN bahwa UU Cipta Kerja dan PP 36 tentang Pengupahan tidak digunakan dan bisa menjadi acuan untuk tahun-tahun berikutnya.
“Memang tidak ada kepastian bila Pejabat Gubernur pengganti Anies Baswedan akan menggunakan rujukan PTUN itu,” ungkapnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (27/7).
Jumhur menilai para birokrat yang menjadi gubernur tampak seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh Pemerintah Pusat. Mereka tidak mungkin berani mengingkari UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Dengan pertimbangan itu, bila Gubernur DKI mengajukan Banding atas putusan PTUN, maka KSPSI akan bisa memahami.
"Ya kita paham lah, kalau Gubernur mendatang pakai PP 36, namun setidaknya harus merujuk pada upah yang sekarang berlaku yang naik 5,1 persen itu,” pungkas Jumhur. [rmol]