DEMOKRASI.CO.ID - Baru-baru ini Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan hasil riset soal naiknya harga minyak membuat perubahan perilaku konsumsi pada konsumen Indonesia.
Dalam risetnya itu, BRIN mengunkapkan warga yang mengubah cara memasak sehari-hari setelah harga minyak goreng kemasan melonjak beberapa bulan terakhir.
Hasil riset itu lantas dikritik oleh analis kebijakan publik, Muhammad Said Didu. Dia mengaku heran, lembaga sebesar BRIN cuma bisa melakukan riset seperti itu.
Dia pun menyinggung anggaran triliunan yang dikelola BRIN. Hingga Ketua Dewan pengarah yang dijabat mantan presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputi.
"Gambaran @brin_indonesia:1) kelola anggaran sktr Rp 10 trilyun 2) dipimpin oleh dewan pangarah manta Presiden dan sederet gelar kehormatan 3) mengkoordiniri puluhan lembaga dan ribuan peneliti. Hasil penelitian :
Warga ogah menggoreng setelah harga minyak goreng naik," kata Said Didu dikutip Fajar.co.id dari akun Twitternya, Jumat (29/7/2022).
Sebelumnya, peneliti BRIN Yuda Bakti menjelaskan warga memutuskan untuk lebih banyak masak dengan merebus atau cara lain demi menekan penggunaan minyak goreng. Hal ini terungkap setelah BRIN melakukan survei.
Dari total 537 orang yang disurvei, kata Yuda, responden mengaku mengurangi penggunaan minyak goreng dengan mengubah metode masak menjadi merebus, mengukus, atau memanggang. Pilihan jawaban itu mendapatkan indeks 3,44 dari skala satu sampai lima.
"Paling banyak dipilih pemenang adalah mereka mengubah metode memasak dengan merebus, atau memanggang," ujar Yuda dalam webinar Dilema Minyak Goreng Sawit, Kamis (28/7).
Namun, responden yang tetap menggunakan minyak goreng meski harga mahal juga cukup tinggi. Pilihan jawaban itu mendapatkan indeks 3,16.(msn/fajar)