DEMOKRASI.CO.ID - Aksi massa yang terjadi di Sri Lanka hingga membuat Presiden Gotabaya Rajapaksa kabur dari singgasananya harus dipetik pelajaran bagi pemimpin negeri ini. Jangan sampai mereka salah urus hingga akhirnya negara bangkrut dan rakyat yang menderita mengamuk.
Begitu pesan dari Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Senin (11/7).
Dia mengurai bahwa kondisi di Indonesia saat ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami Sri Lanka. Ciri-ciri negara mulai bangkrut tercermin dari beban APBN dalam membiayai target infrastruktur pemerintah.
Indonesia, kata Iwan Sumule, membutuhkan dana sebanyak Rp 6.500 triliun untuk membangun infrastruktur hingga tahun 2024. Sementara APBN hanya bisa membiayai 42 persennya saja.
“Utang negara pun sudah capai Rp 6.000 trilliun. Kondisi ekonomi Indonesia juga sedang buruk, akan bangkrut,” terangnya.
Iwan Sumule menilai bahwa pemerintah hanya mencoba untuk menahan laju harga-harga kebutuhan pokok agar kejadian Sri Langka tidak terjadi.
Langkah ini memang terbilang menolong. Sebab, setidaknya pemerintah bisa sementara waktu mencegah gejolak sosial atau amuk massa.
“Karena daya tahan rakyat di tingkat bawah sudah sangat lemah, tak punya daya beli lagi,” tegasnya.
“Tapi, sampai kapan pemerintah bisa menahan harga-harga agar tidak naik? Krisis energi dan pangan akibat perang Rusia vs Ukraina juga akan memicu kenaikan harga-harga,” sambungnya.
Iwan Sumule hanya bisa berharap agar kejadian di Sri Lanka tidak menjalar ke Indonesia, sekalipun potensinya juga besar terjadi. [rmol]