DEMOKRASI.CO.ID - Pengungkapan kasus penembakan yang berujung tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat (J) di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan sarat kejanggalan.
Saat konfrensi pers Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan terkesan menutup-nutupi sejumlah informasi dan memberikan keterangan berbeda dengan pihak keluarga. Apa saja itu?
- Baru diumumkan tiga hari setelah kejadian
Peristiwa penembakan yang dilakukan Bharada E dan berujung tewasnya Brigadir Nopryansah terjadi Jum’at 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB atau lima sore. Namun Ahmad Ramadhan baru menginformasikan hal tersebut dalam konfrensi pers pertama pada Senin (11/7/2022) siang jelang petang.
Tak ada penjelasan dari Ramadhan mengapa Polri memendam kasus ini untuk tak muncul ke publik hingga tiga hari lamanya.
- Enggan Sebut TKP di Rumah Kadiv Propam
Dalam konfrensi pers pertama Ramadhan masih enggan mengungkapkan siapa penghuni rumah di tempat kejadian perkara (TKP). Upaya wartawan mengaitkan peristiwa ini dengan nama Ferdy Sambo selalu direspons Ramadhan dengan jawaban menghindar.
Misalnya saat seorang wartawan bertanya apakah Brigadir J merupakan ajudan Kadiv Propam? Ramadhan tak memberi jawaban terang.
"Ajudan atau siapa, tetapi yang jelas tadinya personel dari Bareskrim. Kemudian diperbantukan di propam, belum tahu apakah ajudan atau apa," ujar Ramadhan.
Dia juga menolak menjawab saat wartawan memastikan apakah TKP merupakan kediaman Irjen Sambo. “TKP di perumahan salah satu pejabat di Duren Tiga,” jawab Ramadhan diplomatis.
Informasi bahwa rumah yang menjadi TKP merupakan kediaman Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo disampaikan Ramadhan selang beberapa jam kemudian dalam konfrensi pers kedua, Senin (11/7/2022) malam.
- Tak Langsung Menyebut Peristiwa Pelecehan
Meski kejadian sudah berlangsung selama tiga hari, namun dalam konferensi pers pertama pada Senin (11/7/2022) siang jelang petang, Ramadhan tak langsung mengungkap motif dan modus yang melatarbelakangi peristiwa penembakan Bharada E ke Brigadir J. Ia berdalih kasus masih didalami Divisi Propam dan Polres Jakarta Selatan.
Informasi bahwa Brigadir J telah melecehkan istri Kadiv Propam baru disampaikan Ramadhan dalam konfrensi pers kedua, Senin (11/7/2022) malam.
“Peristiwa itu terjadi ketika Brigadir J memasuki kamar pribadi Kadiv Propam di mana saat itu istri dari Kadiv Propam sedang istirahat. Kemudian Brigadir J melakukan tindakan pelecehan dan menodongkan dengan menggunakan senjata pistol ke kepala istri Kadiv Propam. Sontak seketika ibu Kadiv Propam berteriak minta tolong, akibat teriakan tersebut Brigadir J panik dan keluar dari kamar,” kata Ramadhan.
- Mengacungkan Senjata atau Langsung Menembak?
Dalam konfresi pers pertama Ramadhan mengatakan bahwa sebelum tembak menembak berlangsung, Brigadir J sempat lebih dahulu mengacungkan senjata saat mendengar teguran Bharada E sebelum akhirnya menembak ke arah Bharada E.
“Bharada E menegur dan saat itu yang bersangkutan mengacungkan senjata kemudian melakukan penembakan dan Bharada E tentu menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J. Akibat penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia,” ujar Ramadhan.
Keterangan berbeda disampaikan Ramadhan dalam konfrensi pers kedua. Ketika itu dia mengatakan Brigadir J merasa panik dengan teriakan minta tolong istri Kadiv Propam yang hendak ia lecehkan dengan todongan pistol.
Teriakan itu langsung direspons Bharada E dengan pertanyaan ada apa dan langsung dijawab dengan tembakan oleh Brigadir J.
“Kemudian mendengar teriakan dari ibu maka Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampiri, dari atas tangga kurang lebih 10 meter bertanya ada apa, namun direspons dengan tembakan yang dilakukan Brigadir J. Akibat tembakan tersebut kemudian terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia,” kata Ramadhan.
- Tidak Jelas di Mana Kadiv Propam Saat Kejadian
Dalam konfrensi pers kedua Ramadhan mengungkapkan saat penembakan terjadi Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sedang berada di luar rumah untuk melakukan tes PCR COVID-19.
Namun saat wartawan bertanya di mana lokasi persis Ferdy melakukan tes PCR dan dalam rangka apa ia melakukan tes PCR, Ramadhan lebih memilih berkilah.
“Pak terkait dengan Pak Kadiv Propam itu, kemana ya perginya tidak ada di rumah?” tanya wartawan.
“Yang jelas tidak ada di rumah,” jawab Ramadhan.
“Iya itu sedang apa? Awalnya tadi kan katanya ada tes PCR, itu dalam rangka apa tes PCR?” tanya wartawan lagi.
“Nanti kita tanyakan, yang jelas pada saat kejadian beliau tidak ada di rumah. Beliau mengetahui kejadian setelah terjadi penembakan yang menelpon istri beliau,” kilah Ramadhan.
- Brigadir J Ajudan Kadiv Propam atau Sopir Istri Kadiv Propam?
Dalam konfrensi pers di hadapan wartawan Ramadhan mengatakan Brigadir J bertugas sebagai driver istri Kadiv Humas. Sedangkan Bharada E merupakan ajudan pribadi dari Kadiv Propam.
Keterangan berbeda disampaikan pihak keluarga yang mengatakan Brigadir J sudah dua tahun bekerja menjadi ajudan Ferdy Sambo.
"Dia ajudan bapak Kadiv Propam, bapak Ferdy Sambo sudah 2 tahun," kata Rohani, kerabat Brigadir J seperti dikutip dari TribunJambi.
- Keluarga Sempat Dilarang Melihat Jenazah dan Tak Mendapat Penjelasan
Dikutip dari Tribun.Jambi pihak keluarga mengaku sempat dilarang aparat melihat kondisi jenazah Brigadir J begitu tiba di rumah pada Sabtu (9/7/2022). Namun setelah ibu Brigadir J terus mendesak ingin melihat sang putra untuk terakhir kali aparat baru mengizinkannya.
Pihak keluarga juga mengatakan sejak jenazah Brigadir J tiba di Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, tidak ada satu pun penjelasan dari pihak kepolisian kepada mereka mengenai penyebab atau kronologi terjadinya penembakan.
“Sampai saat ini kita gak tau apa permasalahannya pak. Siapa pelakunya. Mereka cuma bilang kalau pelakunya sudah diamankan di Mabes,” ujar Rohani Simanjuntak, salah satu keluarga korban pada Senin (11/7/2022), seperti dikutip dari TribunJambi.
Sementara itu dalam keterangannya kepada wartawan Ramadhan memastikan bahwa polri telah melakukan visum et repertum terhadap jenazah Brigadir J.
“Pak apakah ada hasil visum et repertum dan bagaimana hasilnya?” tanya wartawan.
“Pasti ada [hasil visum], nanti kita tanyakan [hasilnya],” jawab Ramadhan.
Jika pernyataan Ramadhan benar, mengapa polisi tak menyerahkan hasil visum itu kepada pihak keluarga?
- Luka Sayatan dan Jumlah Tembakan
Dikutip dari TribunJambi, pihak keluarga mengatakan ada empat luka tembak di jenazah Brigadir J dua luka ada di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak lain di bagian leher. Bukan hanya luka tembak, keluarga juga mengatakan adanya luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.
Berbeda dengan keterangan pihak keluarga, Ramadhan mengatakan Brigadir J mengalami tujuh luka dari lima tembakan. Dua luka yang ia maksud berasal dari sayatan proyektil yang ditembakan Bharada E ke Brigadir J. “Kita belum melihat tetapi penjelasan dari penyidik bahwa yang dibilang sayatan itu adalah karena gesekan proyektil yang ditembakan bharada E ke Brigadir J,” kata Ramadhan.
- Pembelaan Diri dan Hanya Ada Dua Saksi
Dalam konfrensi pers kedua Ramadhan berkali-kali "membela" tindakan Bhadara E dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan Bharada E adalah upaya pembelaaan diri karena ditembak lebih dahulu oleh Brigadir J.
Namun keterangan ini dan informasi-informasi lainnya sukar dibuktikan karena hanya bersumber dari dua orang yakni Bharada E dan istri Kadiv Propam.
Ramadhan enggan menjawab apakah ada saksi lain di lokasi kejadian saat peristiwa itu terjadi. Jika tidak ada saksi lain maka ini berarti saat kejadian di rumah dinas itu hanya ada tiga orang: Brigadir J, Bharada E, dan istri Kadiv Humas.
Namun apabila ada saksi lain, mengapa polisi tak mengungkapkan siapa saja mereka?
- Kapolri Diminta Bentuk TGPF
Beragam kejanggalan soal kematian Brigadir J di kediaman Ferdy Sambo membuat Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
"Hal ini untuk mengungkap apakah meninggalnya korban penembakan terkait adanya ancaman bahaya terhadap Kadivpropam Irjen Ferdy Sambo atau adanya motif lain," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso seperti dikutip dari Antara, Senin (12/7/2022).
Sugeng menilai Polri tidak transparan lantaran baru mengungkap kasus tersebut tiga hari setelah kejadian.
"Selama tiga hari, kasus itu masih ditutupi rapat oleh Polri yang memiliki slogan Presisi," kata Sugeng.
Sugeng meminta pimpinan tertinggi Polri menonaktifkan Irjen Pol Ferdy Sambo dari jabatan selaku Kadiv Propam. "Alasannya, pertama Irjen Ferdy Sambo adalah saksi kunci peristiwa yang menewaskan ajudannya tersebut. Hal tersebut agar diperoleh kejelasan motif dari peristiwa tersebut," kata Sugeng.
Selain itu, Sugeng mengatakan hingga sekarang status Brigadir J dalam kasus tersebut masih belumn terang, apakah sebagai korban atau pelaku.
"Alasan kedua, Brigadir Pol. Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) statusnya belum jelas apakah korban atau pihak yang menimbulkan bahaya sehingga harus ditembak," ujarnya.
Alasan lainnya, lanjut Sugeng, tempat kejadian perkara atau "locus delicti" terjadi di rumah pejabat Polri, maka TGPF diperlukan agar tidak terjadi distorsi dalam penyelidikan.
"Locus delicti terjadi di rumah Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo. Karena itu agar tidak terjadi distorsi penyelidikan maka harus dilakukan Tim Pencari Fakta yang dibentuk atas perintah Kapolri bukan oleh Propam," katanya.
Peristiwa ini, kata Sugeng, sangat langka karena terjadi di sekitar perwira tinggi dan terkait dengan Pejabat Utama Polri.
"Anehnya, Brigadir Pol. Nopryansah merupakan anggota Polri di satuan kerja Brimob itu, selain terkena tembakan juga ada luka sayatan di badannya," ujar Sugeng.
Sugeng berpendapat dengan dibentuknya TGPF maka pengungkapan kasus penembakan dengan korban anggota Polri yang dilakukan rekannya sesama anggota dan terjadi di rumah petinggi Polri menjadi terang benderang dengan harapan masyarakat tidak menebak-nebak lagi apa yang terjadi dalam kasus tersebut. [narasi]