DEMOKRASI.CO.ID - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji mengusut kasus baku tembak anak buah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J secara transparan. Namun, janji itu malah ternodai dengan aksi anak buah mengintimidasi dua jurnalis ketika meliput di rumah dinas Kadiv Propam.
Intimidasi tersebut dialami wartawan CNNIndonesia.com dan 20Detik. Saat itu, mereka sedang menelusuri dan menggali fakta insiden penembakan tersebut dengan mewawancarai saksi mata.
Dua jurnalis ini mewawancarai Asep, tukang sapu kompleks rumah dinas Polri di kawasan Duren Tiga itu. Wawancara dengan Asep dilakukan menggunakan kamera telepon genggam. Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil Asep. Namun tak ditanggapi.
"Sambil wawancara tuh sempat ada polisi nyamperin, manggil si Pak Asep, terus ya udah kita lanjut wawancara tuh sama Pak Asep sambil videoin segala macam," kata salah satu korban.
Setelah wawancara selesai, tiga anggota kepolisian meminta wartawan menghapus dokumen video liputan tersebut. Sejumlah dokumen yang dihapus tersebut merupakan hasil peliputan kasus polisi tembak polisi di kediaman Ferdy Sambo.
Banjir Kecaman
Aksi intimidasi aparat ini menuai kecaman dari banyak pihak. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers menilai aksi intimidasi polisi terhadap jurnalis telah mencederai kebebasan pers dalam bekerja.
“Mengambil, menghapus paksa, hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang seharusnya tidak pantas. Tindakan tersebut kami nilai berlebihan dan sewenang-wenang. Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Ketua AJI Jakarta Afwan Purwanto dalam keterangan tertulis, Jumat (15/7).
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menegaskan jika jurnalis bekerja untuk kepentingan publik seharusnya mendapatkan perlindungan dan rasa aman dalam meliput. Alhasil, tindakan intimidasi itu dianggap melanggar UU Pers, bisa dikenakan pasal perampasan/pengancaman dalam KUHP dan akses ilegal dalam UU ITE.
“Tindakan intimidasi dan penghalangan aktivitas jurnalistik ini bertolak belakang dengan niat Kapolri yang menjamin transparansi dan objektivitas dalam pengungkapan insiden tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo,” ujar Ade.
Desakan lain juga datang dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) yang mendesak apabila tindakan itu terbukti merupakan sebuah intimidasi maka oknum yang diduga sebagai polisi tak berseragam tersebut dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hal itu sebagaimana telah diatur dan tertuang dalam Undang-Undang Pers Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 44 tahun 1999.
"Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp500 juta," kata Koordinator KKJ Erick Tanjung.
Tiga Pelaku Ditangkap
Tak berselang waktu lama, tiga polisi pelaku intimidasi wartawan ditangkap. Ketiga anggota itu langsung diproses oleh Provos Divpropam Mabes Polri berkaitan dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan mereka.
"Sudah 3 orang (anggota polisi diamankan)," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat (15/7).
Secara terpisah, Karo Provos Divpropam Polri, Brigjen Benny Ali menyatakan bahwa pihaknya bakal melakukan tindakan disiplin terhadap anggota Polri yang melakukan tindakan intimidasi tersebut.
"Selanjutnya terkait dengan kejadian tersebut, kami akan melakukan tindakan disiplin terhadap anggota tersebut," kata Benny kepada wartawan.
Atas tindakan intimidasi kepada jurnalis, Benny pun mengucapkan permohonan maaf atas tindakan anggota polisi yang salah memahami kehadiran wartawan kala itu.
"Pertama-tama saya selaku karo provos mengucapkan permohonan maaf atas tindakan anggota kami yang kurang pemahaman terhadap kejadian kemarin. Memang kejadian kemarin, itu bukan di TKP," kata Benny.
"Tapi itu merupakan tempat yang dia tinggali. Jadi dia itu melaksanakan pengamanan terstruktur. Mungkin pemahaman anggota kami ini dengan pemberitaan-pemberitaan itu, ini sudah menyangkut privasi," tambah dia.
Benny pun mengamini jika tindakan- tindakan yang dilakukan anggota kala itu telah berlebihan dengan meminta rekan jurnalis kala itu menghapus semua data hasil liputan.
"Empati ini bagaimana kondisi psikis maupun psikologis daripada keluarga. mungkin itu yang dijaga. Sehingga anggota-anggota tersebut melakukan tindakan-tindakan yang berlebihan. jadi bukan di TKP pak, sekali lagi kami memohon maaf yang sedalam -dalamnya," tuturnya. [merdeka]