DEMOKRASI.CO.ID - Mantan presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa memperoleh perpanjangan 14 hari izin kunjungan jangka pendeknya atau short-term visit pass (STVP). Ini berarti ia dapat tinggal di Singapura hingga 11 Agustus.
Rajapaksa melarikan diri ke Maladewa sebelum tiba di Singapura pada 14 Juli. Awalnya ia diberi STVP 14 hari. Ia mundur dari jabatan presiden karena keruntuhan ekonomi negara dan protes rakyat.
Seorang juru bicara Kabinet Sri Lanka meyakini bahwa Rajapaksa pada akhirnya dapat mempertimbangkan untuk kembali ke negaranya, meskipun tanggal kepulangannya masih belum diketahui. Menurut juru bicara itu, Rajapaksa tidak bersembunyi dan akan diperlakukan sesuai dengan statusnya sebagai mantan presiden sekembalinya ke Sri Lanka.
Pekan lalu, Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan Singapura (ICA) mengatakan, pengunjung dari Sri Lanka yang memasuki Singapura untuk tujuan kunjungan sosial umumnya akan diberikan STVP dengan durasi hingga 30 hari.
"Mereka yang perlu memperpanjang masa tinggal mereka di Singapura dapat mengajukan permohonan perpanjangan STVP secara online; dan permintaan ini akan dinilai berdasarkan kasus per kasus," kata ICA seperti dilansir laman Channel News Asia, Rabu (27/7/2022).
Rajapaksa mengundurkan diri sebagai presiden tak lama setelah mencapai Singapura. Sekutunya dan mantan perdana menteri enam kali Ranil Wickremesinghe dilantik Kamis lalu (21/7/2022) sebagai penggantinya.
Namun Wickremesinghe telah dituduh sebagai wakil dari dinasti Rajapaksa yang kuat yang telah memerintah negara itu selama sebagian besar dari dua dekade terakhir. Krisis ekonomi Sri Lanka telah membuat 22 juta orang di negara itu berjuang dengan kekurangan kebutuhan pokok. Protes berbulan-bulan memuncak ketika ribuan orang menyerbu istana Rajapaksa memaksanya mundur.
Ketika Gotabaya Rajapaksa tiba di Singapura, Kementerian Luar Negeri (MFA) mengatakan dia telah memasuki negara itu dalam kunjungan pribadi. "Dia tidak meminta suaka dan dia juga tidak diberikan suaka. Singapura umumnya tidak mengabulkan permintaan suaka," kata juru bicara MFA. [republika]