DEMOKRASI.CO.ID - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menanggapi informasi Satgas BLBI diduga menyita 300 sertifikat tanah redistribusi masyarakat yang dibagikan Presiden Joko Widodo kepada masyarakat di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Junimart Girsang menyayangkan langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang tidak hati-hati menerbitkan sertifikat tersebut.
Menurut dia, jika masalah ini dibiarkan tanpa kepastian hukum, maka akan merusak kepercayaan masyarakat setempat kepada pemerintah.
“Kita (Komisi II DPR) ingatkan kepada Kepala BPN/ATR supaya ke depan lebih berhati-hati lagi. Di luar ini kan rumornya ternyata palsu. Maka, harus (segera) klarifikasi ke media massa bahwa tidak ada yang palsu. Dari informasi yang saya terima, BPN/ATR sedang melakukan penelitian,” beber Junimart dikutip dari Parlementaria, usai memimpin Kunjungan Spesifik Panja Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Pertanahan, Kota Jambi, Provinsi Jambi, baru-baru ini.
Menurut Juminart, sebagai eksekutor dalam Program Reformasi Agraria yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, Kementerian ATR/BPN seharusnya tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Dia melihat ada kemungkinan Kementerian ATR/BPN menerbitkan sertifikat tanah di mana tanah tersebut masih berstatus abu-abu.
Tidak hanya itu, dirinya mengungkapkan ada kemungkinan terjadi kesalahan ukur tanah.
“Kekurang hati-hatian ini mungkin saja di dalam buku besar BPN itu belum tertuang secara lengkap tentang mana tanah HGU (Hak Guna Usaha) yang sudah habis masa berlakunya, mana yang sedang pending dan mana yang sedang dimohonkan,” bebernya.
“Bisa juga ini terjadi karena juru ukur tanahnya. Mungkin mereka mengukur tanah yang bukan ditujukan, tetapi mereka asal mengukur tempat lain. Maka ini menjadi ‘abu-abu’,” kata politisi PDI-Perjuangan itu.
Junimart juga mempertanyakan kinerja BPN di Indonesia.
Berdasarkan informasi yang ia terima, ada beberapa BPN yang menerbitkan sertifikat ganda untuk satu lahan.
Menurutnya, penerbitan sertifikat ganda ini akan semakin menyulut konflik tidak hanya antar masyarakat, akan tetapi juga kepada pemerintah.
Sehingga, ia menegaskan melalui Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi kinerja BPN di Indonesia, khususnya para juru ukur tanah.
“Ini yang harus dikritisi dan harus dievaluasi ke depan. Ini juga akan mempermalukan Pak Presiden yang memiliki program (Reformasi Agraria),” tandasnya. [fajar]