DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal Depari mengambil alih persoalan penyegelan Kantor PWI Sulawesi Selatan (Sulsel) oleh Satpol PP Pemprov Sulsel.
"Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel boleh membantu upaya penyelesaian (kasus penyegelan Kantor PWI Sulsel, Red), namun komando berada di tangan PWI Pusat. PWI Sulsel hanya melaksanakan kebijakan pusat," kata Atal, Sabtu (11/6/2022).
Atal pun menyampaikan pihaknya masih menganggap kasus ini disebabkan kesalahpahaman, sehingga PWI Pusat akan berdialog kepada semua pihak yang terkait dengan kepemilikan aset daerah tersebut.
Meski menyayangkan penyegelan Kantor PWI Sulsel itu, Atal berpesan agar wartawan dan Pengurus PWI Sulsel tidak bereaksi secara berlebihan. Menurutnya, penyelesaian masalah ini akan lebih baik mengutamakan metode dialog dengan berbagai pihak.
"Kalau mau dibilang sakit, tentu sayalah yang paling sakit. Saya pemimpin organisasi ini di tingkat pusat. Semua aset PWI di mana pun di wilayah Indonesia, adalah tanggung jawab saya. Saya sakit, sedih, tapi sudahlah. Tidak usah bereaksi berlebihan," ujar dia.
PWI Pusat pun, kata Atal, akan mengupayakan agar segel Kantor PWI Sulsel segera dibuka. "Mengenai adanya masalah yang terkait, kalau ada, akan diselesaikan secara terpisah," katanya pula.
Sebelumnya, Jumat (10/6) pagi kemarin, pengurus PWI Pusat rapat bersama pengurus PWI Sulsel terkait persoalan kantor tersebut.
Dalam kesempatan itu, Ketua PWI Sulsel Agus Alwi Hamu menjelaskan duduk perkara penyegelan Kantor PWI Sulsel. Dia sudah berdialog dengan Gubernur Sulsel dan DPRD Sulsel. Sayang, belum membuahkan hasil.
Agus menjelaskan, Kantor PWI Sulsel di Jalan A Pettarani 31, Makassar, Sulsel, memiliki riwayat panjang. Kantor itu dibangun khusus oleh pemerintah provinsi untuk ditempati PWI Sulsel.
Gedung pun didirikan di atas lahan milik Pemprov Sulsel. Kemudian, bangunan dan lahannya merupakan hasil tukar-menukar dengan Gedung Kantor Pemprov Sulsel di Jalan Penghibur Nomor 1, Makassar, yang ditempati PWI Sulsel sejak tahun 1968.
Dasar hukum Kantor PWI Sulsel sekarang adalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 371 Tahun 1997 yang ditandatangani oleh Gubernur Sulsel Zainal Basri Palaguna. Surat itu memberikan hak pemanfaatan gedung kantor kepada PWI Sulsel dengan status pinjam pakai.
Gedung Kantor PWI Sulsel itulah yang kini disegel oleh Satpol PP Sulsel dengan alasan yang belum begitu jelas.
Setelah mendengar duduk perkara dari PWI Sulsel, Atal Depari akhirnya memutuskan Pengurus PWI Pusat mengambil alih permasalahan Kantor PWI Sulsel tersebut.
Adapun lima poin penting dalam rapat tersebut, di antaranya, pertama, SK Gubernur Nomor 371 Tahun 1997 masih berlaku hingga sekarang. Hal itu merupakan dasar hukum yang menjadi pijakan PWI Pusat mengambil alih masalah tersebut.
Kedua, terkait skema penyelesaian, PWI Pusat akan mengajukan kepada Pemprov Sulsel melalui Kemendagri, agar segel segera dibuka dan pemicu atau pokok masalah yang ada diselesaikan secara terpisah.
Namun, apabila masalahnya terkait dengan penyewaan beberapa ruangan kepada pihak ketiga, maka itu menjadi kewajiban Pengurus PWI Sulsel untuk menyetorkan hasil penyewaan ke kas daerah/negara.
Ketiga, ada beberapa versi menurut temuan BPK mengenai penyewaan pada pihak ketiga, namun belum diketahui jumlah yang benar. Akan tetapi setelah diverifikasi oleh para pihak terkait, berapa pun nilai yang ditemukan, patut disetorkan ke kas daerah/negara.
Keempat, meskipun nama gedung itu adalah Kantor PWI Sulsel dan berlokasi di Makassar, secara historis dan organisatoris, gedung itu milik wartawan anggota PWI seluruh Indonesia.
Dengan demikian, tidak boleh ada kelalaian dari Pengurus PWI Sulsel atau satu dua oknum pengurus yang menyewakan dan menyetorkan hasil penyewaan tanpa izin. Hal itu membuat Kantor PWI Sulsel yang menjadi korban dan seluruh wartawan anggota PWI merasakan kerugian.
Terakhir, peristiwa sangat memprihatinkan bagi PWI Pusat karena baru pertama kali terjadi dalam sejarah PWI, yang berdiri sejak 9 Februari 1946.
Gedung PWI Sulsel yang disegel atau dikorbankan itu adalah "warisan" tokoh-tokoh pers Sulsel yang pernah memperjuangkan keberadaan kantor tersebut. [era]