DEMOKRASI.CO.ID - Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mardani H. Maming ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kantor Berita Politik RMOL, Maming telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Kamis (16/6).
Maming ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suatu hadiah atau janji atau biasa disebut sebagai suap terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Maming dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Artinya, selain perkara suap, Maming juga dijerat dengan pasal dugaan penerimaan gratifikasi.
Perkara ini diduga bermula terungkapnya dugaan penerimaan uang oleh Maming di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Jumat (13/5).
Dalam sidang itu, adik mantan Direktur Utama (Dirut) PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio bernama Cristian Soetio menyebut jika Maming menerima Rp 89 miliar.
Cristian yang menjabat sebagai Direktur PT PCN saat ini menyebut aliran dana itu diterima melalui perusahaan yang sebagian besar sahamnya milik Maming, yakni PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Maming sendiri juga telah memberi keterangan dalam persidangan pada Senin (25/4) dalam kapasitasnya sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018.
Selama persidangan, Mardani dikonfirmasi perihal penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu 296/2011. SK tersebut terkait Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri membenarkan bahwa KPK telah berkirim surat kepada pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait pencegahan ke luar negeri untuk Maming dan adiknya, Rois Sunandar Maming.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, benar, KPK telah mengajukan permohonan cegah ke pihak Imigrasi terhadap dua orang terkait dugaan korupsi yang sedang kami lakukan proses penyidikan," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin sore (20/6).
Hingga saat ini kata Ali, KPK masih terus mengumpulkan dan melengkapi alat bukti dalam kegiatan penyidikan dimaksud.
"Setiap perkembangan akan selalu kami sampaikan," pungkas Ali.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kantor Berita Politik RMOL, selain Maming, adiknya Maming yang bernama Rois Sunandar Maming juga turut dicegah untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan sejak 16 Juni 2022 hingga 16 Desember 2022.
Mardani sendiri sebelumnya telah diperiksa oleh KPK selama 12 jam di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Kamis (2/6).
Bahkan, KPK juga telah memeriksa adik dari kader PDI Perjuangan ini bernama Rois Sunandar Maming pada Kamis (9/6).
Tim kuasa hukum Maming sendiri, Ahmad Irawan juga telah mendatangi Gedung Merah Putih KPK dengan membawa dokumen-dokumen yang diserahkan kepada tim penyelidik KPK pada Rabu (8/6).
Irawan pun meminta kepada tim penyelidik KPK juga untuk memanggil dan memeriksa Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam selaku pemilik Jhonlin Group atau biasa dikenal sebagai pengusaha terkaya di Pulau Kalimantan.
Irawan mengungkapkan bahwa Maming yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum BPP HIPMI periode 2019-2022 telah diperiksa selama 12 jam di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (2/6) terkait dengan IUP pada saat Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu. [rmol]