DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memamerkan sejumlah capaian Indonesia dalam perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Di forum `The 50th Session of the Human Rights Council` di Jenewa, Swiss, Mahfud mengklaim RI telah meluncurkan National Human Rights Action Plan (Ranham) tahun 2021-2025 yang berfokus pada pemenuhan dan perlindungan HAM bagi empat kelompok utama, salah satunya warga adat.
"Yaitu perempuan, anak-anak, orang dengan disabilitas, dan masyarakat adat," kata Mahfud dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (14/6/2022).
Selain itu, Mahfud juga memamerkan saat ini Indonesia tengah dalam proses meratifikasi kasus orang hilang yang tertuang dalam Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance. Ratifikasi ini akan melengkapi 8 dari 9 instrumen utama perlindungan HAM internasional.
Sentilan AS
Amerika Serikat (AS) sebelumnya menyoroti dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat adat di Indonesia sepanjang tahun 2021.
Itu terdapat dalam laporan praktik HAM di Indonesia 2021 yang dikutip dari laman resmi Kedubes AS di Indonesia yang diakses Jumat (15/4).
Laporan itu merinci ada peningkatan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat adat ketika masyarakat adat ingin mengakses hak atas tanah tradisionalnya. Laporan itu menyebut pemerintah gagal mencegah perusahaan yang seringkali berkolusi dengan aparat keamanan untuk merambah tanah masyarakat adat.
"Pejabat pemerintah pusat dan daerah juga diduga menerima suap dari perusahaan pertambangan dan perkebunan sebagai imbalan atas akses tanah dengan mengorbankan masyarakat adat," bunyi laporan tersebut.
Tak berhenti sampai di situ, laporan itu menyebutkan kegiatan pertambangan dan penebangan ilegal kerap menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan hukum yang signifikan bagi masyarakat adat.
Salah satu LSM melaporkan bahwa pada Januari 2021 hanya sekitar 193 mil persegi dari 38.610 mil persegi yang diusulkan telah diberikan kepada kelompok adat setempat. Namun, perusahaan besar dan pemerintah terus menggusur individu dari tanah leluhur masyarakat adat tersebut.
"LSM melaporkan bahwa aparat keamanan dan polisi terkadang terlibat dalam perselisihan antara perusahaan dan masyarakat adat, seringkali berpihak pada bisnis," tulis laporan tersebut.
Laporan itu turut mengutip data dari Amnesty International melaporkan 61 kasus anggota masyarakat adat yang ditangkap tanpa proses hukum sepanjang Januari 2020 hingga Maret 2021. Hal ini diidentifikasi sebagai upaya mengkriminalisasi masyarakat adat untuk mempertahankan hak adat mereka.
Pada 18 Mei 2021 misalnya, laporan itu mengebut aparat keamanan dari PT Toba Pulp Lestari bentrok dengan ribuan warga di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Bentrok itu melukai puluhan warga.
Konfrontasi bermula dari rencana perusahaan menanam pohon kayu putih di lahan seluas 2,3 mil persegi yang diklaim masyarakat adat sebagai tanah ulayat.
"Konflik tersebut merupakan bagian dari perselisihan yang sudah berlangsung lama. Sejak tahun 2020 hingga Mei 2021, PT Toba Pulp Lestari melaporkan 71 anggota masyarakat adat setempat ke polisi atas berbagai pelanggaran," tulis laporan tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga mencatat terdapat 12 kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas sampai hari ini. Kasus-kasus ini mulai dari pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib hingga kerusuhan Mei 1998. [law-justice]