DEMOKRASI.CO.ID - Perbincangan soal ekspor migor masih terus berlanjut meski larangan ekspor kini telah dicabut. Salah satu yang menjadi perhatian adalah soal penurunan angka surplus perdagangan yang harus ditanggung Indonesia setelah sempat memberlakukan aturan larangan tersebut.
Penurunan angka surplus perdagangan ini disorot oleh media asing, dalam sebuah artikel berjudul 'Indonesia Trade Surplus Misses Forecast on Palm oil Export Ban' yang menyebut usai larangan ekspor migor dicabut, surplus perdagangan masih rendah dari angka yang diperkirakan.
Menurut artikel yang dimuat media asing asal Singapore, Channel News Asia, larangan ekspor migor telah menyebabkan merosotnya angka ekspor Indonesia pada bulan Mei hingga 88 persen jika dibanding bulan April.
Dampaknya, Indonesia kehilangan US$2,03 miliar atau Rp30,1 triliun dari ekspor migor pada bulan Mei. Di mana penurunan terbesar terjadi pada pengiriman bahan baku minyak goreng ke India, Pakistan, Amerika Serikat, dan Malaysia.
Jika ditinjau dari data, secara keseluruhan ekspor pada bulan Mei bernilai US$21,51 miliar, atau hanya bertumbuh sekitar 27 persen. Angka ini lebih kecil dibanding angka pertumbuhan yang diperkirakan yaitu sekitar 38,69.
Sayangnya, merosotnya angka ekspor ini juga turut dirasakan di komoditas unggulan lainnya seperti batu bara dan bijih besi, yang angkanya juga turun secara berkala. Menurut data biro statistik hal ini dipengaruhi oleh faktor libur idul fitri di awal bulan.
Di saat yang bersamaan, impor Indonesia juga disebut melemah dan 'hanya' bernilai US$18,61 miliar. Angka impor ini naik 30,74 persen jika dibandingkan pertumbuhan 32,80 persen yang diperkirakan dari jajak pendapat.
Akibat dari melemahnya impor dan ekspor Indonesia, surplus perdagangan pada bulan Mei bernilai US$2,9 miliar, nilai yang lebih rendah dari angka prediksi awal yang mencapai US$3,83 Miliar. Apalagi jika dibandingan dengan surplus tertingi yang terjadi pada bulan April dengan angka US$7,56 miliar.
Sebenarnya, pemerintah telah mencabut larangan ekspor migor dan berusaha untuk mempercepat laju ekspor setelah memberlakukan aturan larangan terhitung dari 28 April hingga 23 Mei lalu. Untuk mempercepat laju ekspor pemerintah bahkan telah menerbitkan program khusus serta memberlakukan pemotongan pajak ekpsor.
“Relaksasi larangan di minggu-minggu berikutnya dan penyesuaian seperti program percepatan ekspor serta penerbitan izin khusus dll diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi eksportir komoditas dan menopang neraca perdagangan,” ungkap eknonom DBS Radhika Rao seperti dikutip Hops.ID pada Minggu, 19 Juni 2022.*** [hops]