DEMOKRASI.CO.ID - Pasal 222 UU 7/2017 tentang pemilu yang berisi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen kursi parlemen dan 25 persen suara nasional, merupakan penyumbang terbesar ketidakadilan dan kemiskinan struktural di Indonesia.
Melalui pasal ini, oligarki ekonomi bisa mengatur permainan untuk menentukan pimpinan nasional bangsa ini.
Begitu mukadimah tuntutan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi berjudul Tuntutan Menghapus Pasal 222 UU 17/201 tentang Pemilu, yang diterima redaksi, Rabu (15/6).
Presidium KAMI Jawa Barat Syafril Sjofyan mengurai bahwa pasal ini memaksa partai politik untuk berkoalisi dalam mengusung pasangan capres dan cawapres.
Dengan demikian, maka akan mematikan hak partai politik baru untuk mengusung pasangan capres dan cawapres, karena adanya kewajiban menggunakan basis suara hasil pemilu 5 tahun sebelumnya.
“Yang lebih esensi adalah Pasal 222 tersebut, sama sekali tidak derivatif dari konstitusi di Pasal 6A UUD 1945 kita,” ujarnya.
Karena pasal tersebut “memaksa partai politik” berkoalisi untuk memenuhi ambang batas 20 persen, maka yang terjadi adalah capres dan cawapres yang akan dipilih oleh rakyat akan sangat terbatas.
Dari situlah pintu masuk oligarki ekonomi dan oligarki politik mengatur dan mendesain siapa pemimpin nasional yang akan mereka mintakan suara dari rakyat melalui demokrasi prosedural yang kita sebut sebagai pilpres.
Atas pertimbangan tersebut, KAMI Lintas Provinsi mengambil 4 sikap. Pertama, Mahkamah Konstitusi harus berani memutuskan untuk mencabut Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu.
“Kedua, pada gugatan selanjutnya, MK agar memenuhi Judicial Review (JR) Presidential Threshold (PT) 20 persen menjadi 0 persen.
Selanjutnya, jika MK tetap menolak pada gugatan selanjutnya, maka KAMI Lintas Provinsi setuju MK segera dibubarkan. Sebab, MK tidak lagi menjaga negara ini dari kerusakan akibat produk perundangan yang merugikan rakyat dan menjadi penyebab kemiskinan struktural di negara ini.
“Keempat, apabila proses pembubaran MK tidak dimungkinkan melalui prosedural konstitusi, maka perlu ditempuh melalui kekuatan people power atau revolusi rakyat,” tutupnya.
Selain Syafril Sjofyan, tuntutan ini turut ditandatangani oleh Presidium KAMI Jawa Tengah, Mudrick S.M Sangidu; Presidium KAMI DIY, Syukri Fadholi; Presidium KAMI Jawa Timur, Daniel M. Rasyid; Presidium AP-KAMI DKI Jakarta, Djudju Purwantoro; Presidium KAMI Banten, Abuya Shiddiq; Presidium KAMI Sumatera Utara, Zulbadri; Presidium KAMI Riau, Muhammad Herwan; Presidium KAMI Kalimantan Barat, H. Mulyadi MY, S.Pi, M.MA; Presidium KAMI Sumatera Selatan, Mahmud Khalifah Alam S.Ag; Presidium KAMI Sulawesi Selatan, Geralz Geerhan; Presidium KAMI Kepulauan Riau, Drs. H. Makhfur Zurachman M.Pd; Presidium KAMI Jambi, H. Suryadi, dan Sekretaris Sutoyo Abadi. [rmol]