DEMOKRASI.CO.ID - Puluhan massa dari ormas Pemuda Pancasila mendatangi kantor Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi, Jumat (17/6). Mereka memprotes dugaan praktik mafia tanah oleh oknum pegawai PA.
Dalam aksinya, massa membentangkan sejumlah spanduk. Isinya, mengecam dugaan praktik mafia tanah oleh oknum pegawai PA. Selama aksi, massa juga mendatangkan warga yang diduga menjadi korban pengurusan sengketa tanah di PA.
"Harus diusut dugaan praktik mafia tanah di PA Banyuwangi," kata salah satu orator.
Usai berorasi, massa mengajak korban menemui Ketua PA Banyuwangi, Mohammad Alirido dan Ketua Panitera, Subandi. Pertemuan sempat memanas.
Dugaan praktik mafia tanah ini berawal dari enam bersaudara yang mengaku menjadi korban. Mereka masing-masing Sumarah dan Fitria Aprialin bersama empat saudaranya, dari Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Sertifikat tanah milik enam bersaudara ini tiba-tiba berganti nama ke seseorang.
Peristiwa ini berawal ketika Sumarah menyerahkan tiga sertifikat ke Galih Subowo, warga Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, tahun 2010 silam. Kala itu, Sumarah meminjam uang Rp16 juta. Lalu, dua saudaranya ikut menyerahkan sertifikat setelah utang saudaranya dilunasi, masing-masing senilai Rp120 dan Rp80 juta.
Anehnya, ketika hendak mengambil sertifikat, mereka kesulitan. Sertifikat tanah warisan itu mendadak berganti nama ke orang lain. Kasus ini kemudian bergulir ke PA Banyuwangi, hingga putusan damai. Saat damai, korban mengaku sudah membawa uang Rp958 juta sebagai panjar damai pengembalian utang. Namun, kasus ini terus bergulir.
"Waktu ke PA, Panitera meminta kami dikawal satpam karena membawa uang banyak sebagai panjar damai. Tapi, ini tidak diakui," kata Sumarah emosi.
Pihak PA bersikukuh tidak mengetahui adanya panjar uang damai Rp958 juta.
Ketua MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi, Irwanto memastikan akan terus mengawal kasus ini. Menurutnya, sejumlah bukti tambahan akan disiapkan untuk membongkarnya. [tvonenews]