DEMOKRASI.CO.ID - Keterlibatan oligarki dalam pemilihan presiden (Pilpres) disinyalir bakal terulang di tahun politik 2024. Di mana, mereka kerap menggunakan uangnya untuk mendukung pasangan calon (paslon) yang ingin dimenangkannya.
Berkaca pada dua kali Pilpres sebelumnya yakni 2014 dan 2019, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie berpendapat, keterlibatan oligarki dalam mengatur jalannya pemilihan semakin menguat.
Namun, dia melihat salah satu cara bisa ikut dilakukan penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mematikan ruang gerak oligarki dalam Pilpres.
"Saya kira kelompok ini bisa menyuap siapa saja, termasuk KPU dan Bawaslu, itu pun jika tak kuat maka bisa masuk dalam perangkap oligarki," ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (20/6).
Doktor jebolan American Global University ini mendorong KPU dan Bawaslu untuk memperkuat aturan pelaksanaan Pilpres, utamanya dalam hal pendanaan kampanye dan pembentukan relawan.
Terkait dana kampanye, Jerry berharap, KPU bisa memperketat sumber dana yang diperoleh partai politik (Parpol) pengusung Capres-cawapres yang berlaga di Pilpres 2024 mendatang.
"Perkuat PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) dimana ruang gerak oligarki dipersempit, serta perlunya di audit anggaran yang masuk pada sejumlah Capres," tuturnya.
Sementara untuk pembentukan relawan, Jerry mendorong KPU dan Bawaslu untuk menelusuri sumber dana gerakan kampanye yang dilakukan kelompok-kelompok relawan yang terbentuk untuk mendukung Capres yang tersaji.
"Sebagai contoh belum lama ini para relawan Ganjar Pranowo dari seluruh tanah air dipertanyakan, karena bukan dibiayai duit pribadi Ganjar, tapi ada pihak di belakang dia," katanya.
"Untuk itu, sumbangan apapun itu saat deklarasi relawan harus jelas. Saya pikir kelompok oligarki bisa saja masuk melalui pembentukan relawan bahkan survei yang tak kredibel," demikian Jerry. [rmol]