DEMOKRASI.CO.ID - Lembaga pemantau senjata yang berasal dari London, Conflict Armament Research (CAR) menuding Badan Intelijen Negara (BIN) telah membeli sebanyak 2.500 mortir dari Serbia untuk dijatuhkan di desa-desa di Papua pada 2021 lalu.
Seperti dilansir Reuters, Sabtu (4/6/2022), CAR menyebut ribuan mortir tersebut diproduksi di Krusik.
Kemudian, kata CAR, mortir-mortir itu dimodifikasi dan dijatuhkan dari udara ketimbang dari tabungnya.
Tak hanya itu, pihak CAR melaporkan bahwa pembelian tersebut tak dilaporkan ke DPR untuk kemudian disetujui anggarannya.
Selain itu, CAR menyebut BIN juga menerima 3 ribu inisiator elektronik dan tiga alat pengatur waktu yang difungsikan untuk membasmi bahan peledak.
Dalam laporannya CAR menyebut serangan itu dimulai sejak Oktober 2021, ketika sejumlah helikopter menjatuhkan peledak di delapan desa di Distrik Kiriwok, Pegunungan Bintang, Papua selama beberapa hari.
Menuru seorang saksi mata dan penyidik HAM setempat, tak ada yang terbunuh dalam serangan itu.
Namun, rumah-rumah dan sejumlah gereja hangus terbakar.
"Sangat jelas mortir ini memang senjata yang ditempatkan di area sipil," ujar Jim Elmslie yang merupakan akademisi Universitas Wallongong dan juga pihak yang menyerahkan laporan CAR ke Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB.
Jim menyebut bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran kemanusiaan.
Sementara itu, seorang pendeta bernama Yahya Uopmabin mengaku menyaksikan bagaimana serangan tersebut dilancarkan di pegunungan terdekat.
"Mereka menjatuhkannya dari drone. Banyak rumah ibadah dan rumah penduduk terbakar," kata Pastor Yahya.
Sementara itu, Eneko Pahabol seorang penyidik yang bekerja untuk lembaga HAM dan gereja, mengatakan ada 32 mortir yang dijatuhkan.
"Termasuk 5 yang tidak meledak sebagaimana ada di foto-foto yang tersebar," kata dia. [tribunnews]