DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin diminta jangan memaksakan diri maju sebagai calon presiden (capres) 2024. Cak Imin sebaiknya menyadari dengan elektabilitas di tengah masyarakat Indonesia.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro yang mengatakannya demikian. Menurutnya, Cak Imin sebaiknya realistis dalam menatap Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Animo masyarakat tidak tinggi pada Cak Imin. Ya sebaiknya menjadi calon wakil presiden saja," katanya, Minggu (19/6/2022).
Penilaian tersebut disampaikan Ziti Zuhro menanggapi kunjungan Cak Imin ke kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Sabtu, 18 Juni 2022 malam. Dijelaskannya, jika kedua parpol tersebut sepakat mengusung masing-masing ketua umum, yang paling realistis Prabowo Subianto sebagai capres dan Cak Imin cawapres.
"Berdua itu sudah cukup kok untuk berkoalisi," katanya.
Namun, jika PKB tetap memaksakan Cak Imin maju sebagai capres, kesempatan atau peluang untuk menang pada Pilpres 2024 akan kecil. Menurutnya, baliho-baliho yang dipasang Cak Imin atau PKB sebagai salah satu bentuk sosialisasi dinilai belum mampu mendongkrak elektabilitas Cak Imin layaknya elektabilitas Prabowo Subianto.
"Jadi, menurut saya realistis saja. Karena animo masyarakat dari Sabang sampai Merauke tidak seperti yang diharapkan PKB," jelas dia.
Kendati demikian, secara hitung-hitungan apabila kedua nama tersebut disandingkan, syarat ambang batas pencalonan 20 persen tercukupi. Dengan kata lain, Prabowo dan Cak Imin bisa berlaga pada Pilpres 2024.
Selain itu, jika koalisi Gerindra dan PKB terwujud dengan mengusung masing-masing ketua umum, Siti melihat nama-nama misalnya Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan akan jadi tantangan tersendiri mengingat kedua figur tersebut memiliki elektabilitas tinggi di beberapa survei.
Contoh lainnya, pasangan Anies Baswedan dan Khofifah Indar Parawansa atau Anies Baswedan dan Ridwan Kamil apabila dipasangkan, kata dia, akan menjadi kekuatan besar pada Pilpres 2024. Akan tetapi, ujarnya, nama-nama tersebut harus mempunyai kendaraan politik untuk bertarung pada Pilpres 2024. [wartaekonomi]