DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Julius Ibrani menilai, UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional ( PSDN) untuk Pertahanan Negara mengandung banyak masalah secara substansi.
Setidaknya ada 13 pasal yang bermasalah dalam UU ini, terutama nuansa pelanggaran HAM dalam UU ini dianggap sangat kental sekali.
"Melalui UU ini memungkinkan penjagaan proyek strategis negara nantinya akan dijaga oleh Komcad. Tugas ini tentu tidak ada relevansinya dengan militer, hal ini membuat militer akan menguasai semua lini sektor sehingga bisa berlaku sewenang-wenang dalam kekuasaan," kata Julius dalam keterangannya, Jumat 17 Juni 2022.
Julius menegaskan, UU PSDN bertentangan dengan prinsip dasar pembentukan peraturan perundang-undangan. Di mana UU ini di bahas dan disahkan dalam waktu yang cepat dan singkat tanpa partisipasi publik yang luas.
"UU ini juga tidak menghormati prinsip kebebasan berpikir, kebebasan beragama, berkeyakinan karena sifatnya yang memaksa dengan penghukuman," kata dia.
Dosen FH UNILA, Budiyono menilai pasal-pasal yang ada dalam UU PSDN ini sangat bisa disalahgunakan oleh negara karena bersifat multi tafsir. Seperti siapa yang berhak menafsirkan “ancaman” yang dimaksud dalam UU ini.
"Seharusnya Negara saat ini fokus untuk memperkuat sistem alutsista negara dibanding melatih sipil dengan kemampuan militer. Karena penyelesaian menggunakan cara-cara militer atau kekerasan sudah bukan saatnya lagi," katanya menyarankan.
Keprihatinan yang sama disampaikan Dosen Fakultas Hukum Univ. Brawijaya, Al Araf yang menilai UU ini bersifat memaksa, dimana warga negara yang tidak ikut mobilisasi dapat dipidana dengan kurungan 4 tahun, sehingga undang-undang ini memaksa dan tidak memberi ruang kebebasan untuk warga negara.
"Sistem pertahanan dan keamanan negara kita saat ini sangat rapuh, bahkan kondisi alutsista Indonesia hanya 50% yang layak pakai berdasarkan buku bertahanan yang diterbitkan oleh Kementrian Pertahanan. Hal ini membuat kondisi pertahanan dan keamanan Indonesia sangat memprihatinkan dan tidak layak," kata dia. [viva]