DEMOKRASI.CO.ID - Pilpres 2019 sempat dihebohkan dengan kabar bohong yang disebarkan aktivis, Ratna Sarumpaet. Bahkan akibat dari sebaran kabar tersebut, Ratna Sarumpaet harus mendekam di jeruji besi selama 2 tahun.
Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menilai bahwa kasus Ratna Sarumpaet ini seharusnya tidak berlalu begitu saja. Minimal dijadikan patokan bagi siapa saja yang mengumbar kebohongan di publik.
Artinya, baik itu pejabat maupun orang biasa yang menyebarkan informasi bohong ke ruang publik, maka wajib untuk ditahan.
“Jika gara-gara tuduhan hoax sehingga Ratna Sarumpaet ditangkap dan dipenjara. Maka penyebar hoax terkait: Rp 11.000 triliun dan mobil Esemka dan 66 janji pemilu, serta 110 juta big data haruslah ditangkap dan dipenjara juga sebagaimana Ratna Sarumpaet,” tuturnya lewat akun Twitter pribadi, yang dilihat pada Senin (4/4).
Adapun kabar tentang Rp 11 ribu triliun mengacu pada Presiden Joko Widodo yang pernah menyebut dirinya mengantongi aset warga negara Indonesia di luar negeri yang jumlah totalnya mencapai angka tersebut.
Kabar mobil Esemka dan 66 janji pemilu juga mengarah pada Presiden Joko Widodo. Di mana dianggap janji mobil Esemka menjadi mobil nasional dan janji-janji kampanye belum dipenuhi total.
Terakhir tentang 110 juta big data mengacu pada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Di mana dia sempat mengaku punya data pengguna media sosial sebanyak itu yang cenderung ingin Pemilu 2024 ditunda. [rmol]