DEMOKRASI.CO.ID - Ketua DPD, La Nyalla Mahmud Mattalitti, melakukan ekspose publik big data media sosial terkait penundaan Pemilu 2024.
Hal tersebut untuk membantah dukungan wacana publik soal big data 110 juta dukungan penundaan Pemilu 2024 sebagaimana diklaim Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.
“Ekspose publik ini penting karena sebenarnya secara terbuka saya telah membantah klaim yang disampaikan Menko Maritim dan investasi yang mengatakan bahwa dari temuan big data ada sekitar 110 juta masyarakat pengguna media sosial yang menghendaki penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden,” kata La Nyalla, Kamis (14/4).
Data yang digunakan DPD tersebut mengungkapkan bahwa masyarakat justru merespons negatif wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Dalam kesempatan yang sama, La Nyalla pun membuka big data yang digunakannya.
“Saya juga menyampaikan secara terbuka bahwa pernyataan elite politik, baik itu menteri atau ketua partai terkait penundaan pemilu atau masa jabatan justru tidak direspons positif oleh publik,” ungkapnya.
“Sehingga, sebagai bagian dari keterbukaan informasi, hari ini saya sampaikan kepada rekan-rekan wartawan bahwa DPD RI sejak dua tahun ini memang telah menggunakan big data untuk melakukan bacaan terhadap dinamika masyarakat pengguna media sosial di 34 provinsi di Indonesia,” lanjut dia.
Ketua DPD, La Nyalla Mahmud Mattalitti |
Kreator Pemantauan Data Digital Evello, Dudi Rudianto, memaparkan data analisis yang digunakan DPD RI. Ia menyimpulkan bahwa hanya 693 ribu percakapan di medsos terkait penundaan pemilu, berbeda jauh dengan klaim yang disebut Luhut yakni sebanyak 110 juta.
“Kami melakukan ekstraksi data pada saat Menko Marves ramai diberitakan membicarakan penundaan Pemilu 2024. Menurut Evello, di akun Twitter, Instagram, Youtube, dan Tiktok, jumlah yang membicarakan pemilu itu hanya berjumlah 693.289 ribu,” papar Dudi.
Begitu pula dengan penilaian masyarakat di media sosial terkait wacana tersebut. Mayoritas masyarakat menilai penundaan pemilu merupakan kepentingan politik sehingga menurunkan rasa suka publik, terlebih saat muncul Kades dukung Jokowi 3 periode di acara Silatnas APDESI, Selasa (29/3).
“Yang publik ingat saat bicara big data 110 juta Pemilu 2024 ditunda, nomor satu, 93% (masyarakat menilai) ini kepentingan politik. Kemudian 79% ini pasti pemerintah, 74% yakin berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu,” bebernya.
“Terjadi penurunan rasa suka publik sebesar 23% dari 28% walaupun sadness-nya juga turun. Tapi ingat emosi marah meningkat dari 8% menjadi 12%. peningkatan inilah yang dijadikan wanti-wanti oleh DPD kepada pemerintah bahwa ada potensi kemarahan publik tentang deklarasi Jokowi 3 periode,” lanjut dia.
Atas pemaparan data di atas, La Nyalla menegaskan bahwa big data 110 juta masyarakat dukung penundaan pemilu tidak terbukti. Ia bahkan menyebut Luhut telah berbohong.
“Yang disampaikan Saudara Luhut Binsar itu adalah bohong. Ya saya hanya sampaikan itu saja. Perkara dia mau direshuffle, itu bukan urusan saya,”
- La Nyalla.
Ia pun meminta agar masyarakat tetap mewaspadai klaim-klaim bohong yang disuarakan para pejabat, serta jangan takut untuk menolak wacana penundaan pemilu.
“Saya hanya menyampaikan kepada publik jangan takut, jangan juga terpengaruh dengan apa yang disampaikan berita bohong ini. Jadi saya hanya menekankan kebenaran saja,” tutupnya. [kumparan]