DEMOKRASI.CO.ID - Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Ancaman itu lantaran Wisnu Wardhana dijerat Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO atau bahan baku minyak goreng.
"Iya, pasal 2 atau pasal 3 UU Tipikor ya," kata Dirdik Jampidsus Supardi kepada wartawan, Selasa (19/4/2022).
Jeratan itu tercantum dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor). Pasal itu berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2 ayat 1
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sebelumnya Jaksa Agung ST Burhanuddin turun langsung menyampaikan penetapan tersangka terhadap Wisnu Wardhana dan 3 orang lainnya dari pihak swasta. Ketiganya yaitu Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Awal mula perkara ini disebutkan Burhanuddin yaitu pada akhir tahun 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran.Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan harga eceran tertinggi. Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan ekspor minyak goreng tidak melaksanakan kebijakan pemerintah itu.
"Maka pemerintah melalui kementerian perdagangan telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta DPO (Domestic Price Obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit," papar Burhanuddin.
"Namun dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah," imbuhnya.
Usai melakukan penyelidikan, Kejagung pun menjerat 4 tersangka itu. Burhanuddin menilai perbuatan mereka telah menimbulkan kerugian negara. Tak hanya itu, mereka juga yang menyebabkan minyak goreng langka.
"Perbuatan para Tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya Kerugian perekonomian Negara (mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat)," jelas Burhanuddin. [detik]