DEMOKRASI.CO.ID - Ahli hukum dan tata negara, Refly Harun kian khawatir dengan fenomena kemunculan buzzer di pentas politik Indonesia.
Pasalnya keberadaan buzzer ini seolah melangkahi tugas dan fungsi dari seorang juru bicara di jabatan resmi negara maupun daerah.
Tak heran Refly melontarkan kritik kepada buzzer supaya tahu diri kapasitasnya sebagai apa dan siapa.
"Dalam konsep bertata negara, saya suka mengkritik juru bicara yang tidak resmi," kata Pakar Hukum Tata Negara itu, dikutip Hops.ID di kanal Youtube pribadinya, Jumat, 15 April 2022.
Hal itu dikarenakan, buzzer bukan siapa-siapa dalam penyampai resmi kebijakan pemerintah maupun pejabatnya.
"Karena kita gak bisa pegang omongannya sebagai sebuah kebijakan pemerintah," katanya.
Refly memberi contoh, manakala buzzer atau pendukung Anies Baswedan berbicara soal Formula E, maka patut ditanyakan kapasitasnya sebagai apa.
"jadi kalau misalnya Geisz Chalifa ngomong begini tentang Formula E, nanti dengan gampangnya pemper bilang, emang Geisz Chalifa siape," ucapnya di depan Geisz Chalifa.
Termasuk Refly juga menyinggung buzzer maupun pendukung istana yang mencoba berlagak layaknya seorang jubir presiden.
"Sama halnya dengan istana, misalnya Denny Siregar, Ade Armando, Eko Kuntadi ngomong tentang istana, emang lu siape? Lu kan gak punya jabatan struktural apa-apa," ucapnya mencontohkan.
Seperti diketahui, perbincangan ini diulas oleh Refly Harun saat mengundang Geisz Chalifa ke Channel Youtube Refly Harun untuk diskusi bertajuk 'Relawan Dituding Pelaku Kasus Ade Armando' yang diunggah pada 15 April 2022.*** [hops]