DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Direktur Jenderal Bina Masyarakat Hindu Kementerian Agama (Kemenag)Tri Handoko Seto menggugat Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Dia meminta pengadilan membatalkan keputusan pencopotan dirinya dari jabatannya.
Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor: 172/TPA Tahun 2021,” seperti dikutip dari SIPP PTUN Jakarta, Senin, 7 Maret 2022.
Tri Handoko mendaftarkan gugatan itu pada Jumat, 4 Maret 2022. Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 53/G/2022/PTUN.JKT.
Dalam gugatannya, Tri Handoko meminta pengadilan memerintahkan tergugat yaitu Jokowi mencabut Keputusan Nomor 172/TPA Tahun 2021 tanggal 6 Desember 2021 tentang Pemberhentian Dari Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Di Lingkungan Kementerian Agama tersebut.
Dia juga meminta hakim memerintahkan Presiden Jokowi menerbitkan keputusan baru tentang pengesahan pengangkatan dirinya sebagai pimpinan tinggi madya di Kemenag dalam jabatan setingkat. Handoko pun meminta pengadilan memerintah Presiden Jokowi memulihkan nama baiknya.
“Memerintahkan kepada tergugat untuk memberikan rehabilitasi/pemulihan nama baik dalam kemampuan, kedudukan harkat dan martabat penggugat sebagai akibat adanya keputusan tergugat.”
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberhentikan Tri Handoko, beserta Dirjen Bimas Buddha Caliadi, Dirjen Bimas Katolik Yohanes Bayu Samodro, dan Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury.
Sekretaris Jenderal Kemenag, Nizar Ali mengatakan rotasi dan mutasi adalah hal yang biasa dalam organisasi. Pejabat pembina kepegawaian, kata dia, memiliki kewenangan merotasi dengan pertimbangan penyegaran, bukan hukuman.
Selain itu, rotasi mutasi juga dalam rangka pemantapan dan peningkatan kapasitas kelembagaan, serta pola dari pembinaan karier pegawai. “Sebagai bagian dari upaya penyegaran dan peningkatan kinerja, rotasi mutasi harus dimaknai dari sudut pandang kepentingan kementerian, bukan kepentingan orang per orang apalagi pejabat yang bersangkutan,” ujarnya.
Mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemang ini berujar, parameter yang digunakan dalam menentukan jabatan bagi setiap pegawai dilakukan melalui pertimbangan kapasitas, kompetensi, integritas, loyalitas, moralitas, dan komitmen pada tugas dan tanggung jawab negara. [tempo]