DEMOKRASI.CO.ID - Gonjang-ganjing wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terus memancing banyak kalangan bersuara.
Muhammadiyah misalnya, salah satu ormas terbesar ini sudah lebih dulu menolak penundaan Pemilu mendatang.
Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, saban hari telah memyampaikan pandangan penolakannya.
Tak hanya Abdul Mu'ti saja, Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Titi Anggraini juga menyampaikan pandangan serupa.
Akan tetapi, Titi mengatakan agar semua pihak lebih waspada dan hati-hati dengan partai politik (parpol) yang menginginkan wacana itu terwujud.
"Adanya wacana untuk menunda pemilu sekaligus masa jabatan presiden dan wakil presiden merupakan wacana yang harus diantisipasi dan diwaspadai oleh semua pihak, " kata Titi seperti dikutip Hops.ID dari kanal Youtube tvMU Channel, Minggu, 6 Maret 2022.
Titi heran bukan kepalang, sebab pengusul wacana ini bukan lagi datang dari politisi bawahan. Melainkan Ketua Umum Partai Politik (parpol) itu sendiri. Yakni PKB, PAN dan Golkar.
"karena yang menyampaikan adalah aktor politik, elite yang juga memiliki kekuatan politik dan basis massa,” ujar Titi.
Titi menambahkan, dampak dari penundaan Pemilu 2024 tidak hanya berlaku untuk penambahan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI saja.
Melainkan legislator juga mendapat jatah sama untuk penambahan masa jabatannya, mulai tingkat Nasional sampai Daerah.
“Gagasan penundaan pemilu satu paket dengan perpanjangan masa jabatan akan memberikan insentif tidak hanya terhadap Presiden dan Wakil Presiden tetapi juga terhadap anggota DPR, anggota DPD juga DPRD karena pemilu dilaksanakan serentak,” sambungnya.
Persoalan ini cukup pelik, mengingat ketum parpol masing-masing turun gunung semua. Makanya Titi memberi saran agar persoalan ini langsung ditangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau Pak Jokowi tegas menyatakan bahwa beliau menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, maka gagasan ini akan berhenti," pintanya.
Hal itu dikarenakan, lanjut Titi, aktor paling berpengaruh untuk meluruskan dan meredam kisrus wacana ini adalah sosok Jokowi.
"seperti halnya ketika beliau tegas menyatakan menolak tiga periode karena gagasan itu ingin menampar muka beliau, mencari muka atau ingin menjerumuskan beliau, nah pernyataan tegas seperti itu juga diperlukan untuk menghentikan spekulasi dan juga upaya-upaya para pihak yang terus mewacanakan dan memperjuangkan isu ini,” pungkasnya.
Sebelumya, pihak istana melalui juru bicara kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, bahwa Presiden Jokowi tetap teguh pendirian dalam menolak wacana itu dan tunduk pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 7 Tentang Pelaksanaan Pemilu.
"Presiden patuh, tunduk dan taat pada UUD 1945. Hanya dua periode, sebagai seorang reformis Jokowi paham itu," ungkap Ngabalin.*** [hops]